Berikut ini merupakan upaya penegakan Hak Asasi Manusia
1. Upaya Pemerintah dalam Menegakkan HAM
Semua negara di dunia sepakat menyatakan penghormatan terhadap nilainilai hak asasi insan yang universal melalui banyak sekali upaya penegakan HAM. Akan tetapi, pelaksanaan hak asasi insan dapat saja berbeda antara satu negara dengan negara lain.
Ideologi, kebudayaan dan nilai-nilai khas yang dimiliki suatu bangsa akan menghipnotis sikap dan perilaku hidup berbangsa. Misalnya di Indonesia, semua perilaku hidup berbangsa diukur dari kepribadian Indonesia yang tentu saja berbeda dari bangsa lain. Bangsa Indonesia dalam proses penegakan HAM tentu saja mengacu pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta peraturan perundang-undangan lainnya.
Dengan kata lain, penegakan HAM di Indonesia tidak berorientasi pada pemahaman HAM liberal dan sekuler yang tidak selaras dengan makna sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Selain mengacu pada peraturan pundang-undangan nasional, proses penegakan HAM di Indonesia juga mengacu kepada ketentuanketentuan hukum internasional yang pada dasarnya memperlihatkan wewenang luar biasa kepada setiap negara.
Berkaitan dengan hal tersebut, (Idrus Affandi dan Karim Suryadi) menegaskan bahwa bangsa Indonesia dalam proses penegakan HAM sangat mempertimbangkan dua hal di bawah ini:
a. Kedudukan negara Indonesia sebagai negara yang berdaulat baik secara hukum, sosial, politik harus dipertahankan dalam keadaan apapun sesuai dengan prinsip-prinsip yang dianut dalam piagam PBB.
b. Dalam pelaksanaannya, pemerintah harus tetap mengacu kepada ketentuanketentuan hukum internasional mengenai HAM. Kemudian menyesuaikannya dan memasukkannya ke dalam sistem hukum nasional serta menempatkannya sedemikian rupa, sehingga merupkan episode yang tidak terpisahkan dari sistem hukum nasional.
Pemerintah Indonesia dalam proses penegakan HAM ini telah melaksanakan langkah-langkah strategis, diantaranya:
a. Pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
Komnas HAM dibentuk pada tanggal 7 Juni 1993 melalui Kepres Nomor 50 tahun 1993. eksistensi Komnas HAM selanjutnya diatur dalam Undang- Undang RI Nomor 39 tahun1999 perihal Hak Asas Manusia pasal 75 hingga dengan pasal 99. Komnas HAM merupakan lembaga negara berdikari setingkat lembaga negara lainnya yang berfungsi sebagai lembaga pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi HAM.
Komnas HAM beranggotakan 35 orang yang dipilih oleh DPR berdasarkan anjuran Komnas HAM dan diresmikan oleh Presiden. Masa jabatan anggota Komnas HAM selama lima tahun dan dapat dianggkat lagi hanya untuk satu kali masa jabatan.
Komnas HAM mempunyai wewenang sebagai berikut:
- melakukan perdamaian pada kedua belah pihak yang bermasalah
- menyelesaikan duduk perkara secara konsultasi maupun negosiasi
- menyampaikan rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi insan kepada pemerintah dan DPR untuk ditindaklanjuti.
- memberi saran kepada pihak yang bermasalah untuk menyelesaikan sengketa di pengadilan.
Setiap warga negara yang merasa hak asasinya dilanggar boleh melaksanakan pengaduan kepada Komnas HAM. Pengaduan tersebut harus disertai dengan alasan, baik secara tertulis maupun verbal dan identitas pengadu yang benar.
b. Pembentukan Instrumen HAM
Instrumen HAM merupakan alat untuk menjamin proses santunan dan penegakan hak asasi manusia. Instrumen HAM biasanya berupa peraturan perundang-undangan dan lembaga-lembaga penegak hak asasi manusia, ibarat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Pengadilan HAM.
Instrumen HAM yang berupa peraturan perundang-undangan dibentuk untuk menjamin kepastian hukum serta memperlihatkan kode dalam proses penegakan HAM.
Adapun peraturan perundang-undangan yang dibentuk untuk mengatur duduk perkara HAM adalah:
- Pada Amandemen Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditetapkan satu episode suplemen dalam batang badan yaitu episode X A yang berisi mengenai hak asasi manusia, melengkapi pasal-pasal yang lebih dahulu mengatur mengenai duduk perkara HAM.
- Dalam Sidang Istimewa MPR 1998 ditetapkan sebuah Ketetapan MPR mengenai Hak Asasi Manusia yaitu TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998.
- Ditetapkannya Piagam HAM Indonesia pada tahun 1998.
- Diundangkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 perihal Hak Asasi Manusia, yang diikuti dengan dikeluarkannya PERPU Nomor 1 Tahun 1999 perihal pengadilan HAM yang kemudian ditetapkan menjadi sebuah undang-undang, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 perihal Pengadilan HAM.
- Ditetapkan peraturan perundang-undangan perihal santunan anak, yaitu:
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 perihal Pengadilan Anak
- Undang-Undang Republik IndonesiaI Nomor 23 Tahun 2002 perihal Perlindungan Anak
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 perihal Sistem Peradilan Anak
- Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949. Telah diratifikasi dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 1958.
- Konvensi Tentang Hak Politik Kaum Perempuan (Convention of Political Rights of Women). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 1958.
- Konvensi perihal Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadapPerempuan (Convention on the Elmination of Discrimination againtsWomen). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984.
- Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child). Telah diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990.
- Konvensi Pelarangan, Pengembangan, Produksi dan Penyimpanan Senjata Biologis dan Penyimpanannya serta pemusnahannya (Convention on the Prohobition of the Development, Production and Stockpilling of Bacteriological (Biological) and Toxic Weaponsand on their Destruction).
- Konvensi Internasional terhadap Anti Apartheid dalam Olahraga (International Convention Againts Apartheid in Sports). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 1993.
- Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan, atau merendahkan martabat Manusia (Toture Convention). Telah diratifikasi dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1998.
- Konvensi organisasi Buruh Internasional No. 87 Tahun 1998 Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi (ILO (International Labour Organisation) Convention No. 87, 1998 Concerning Freedom Association and Protection on the Rights to Organise). Telah diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 1998.
- Konvensi Internasional perihal Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial (Convention on the Elemination of Racial Discrimination). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1999.
- Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia (Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1998.
- Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial.dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights) Telah diratifikasi dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2005.
- Kovenan Internasional perihal Hak-hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights). Telah diratifikasi dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2005.
c. Pembentukan Pengadilan HAM
Pengadilan HAM dibentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2000.
Pengadilan HAM ialah pengadilan khusus terhadap pelanggaran HAM berat yang dibutuhkan dapat melindungi hak asasi insan baik perseorangan maupun masyarakat dan menjadi dasar dalam penegakan, kepastian hukum, keadilan dan perasaan aman, baik perseorangan maupun masyarakat.
Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran hak asasi insan yang berat. Disamping itu, berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM yang dilakukan oleh warga negara Indonesia dan terjadi di luar batas teritorial wilayah Indonesia.
0 comments:
Posting Komentar