Dukung Kami PKN4ALL Dengan Donasi di https://saweria.co/jokosan | Scan Barcode Di Samping | Kami PKN4ALL Besar Karena Dukungan Anda Semua. Terima Kasih!

SIFAT SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL DALAM PEMBELAJARAN PPKn

Pada artikel populer yang lalu, kita telah membahas bagaimana memahami secara umum sikap spiritual dan sosial. Dalam kesempatan ini, kita akan membahas sifat sikap spiritual dan sosial dalam konteks pembelajaran. Kita akan paham kedua sikap tersebut jika telah menganalisa hubungan antara KI1-KI2 dengan KD 1.1 dan KD 2.1-2.4.
Sesuai dengan amanah perundang-undangan yang diciptakan (Baca UU No. 20/2003) kedua sikap tersebut merupakan landasan pancapaian tujuan pendidikan nasional. Sebagai landasan tujuan nasional, tidak boleh lepas dari kurikulum yang tersusun. Karena kurikulum merupakan rencana yang esensial dan merupakan 'ruh'nya pendidikan. 

SIFAT SIKAP SPIRITUAL (KD. 1.1) DALAM PPKn
Dalam materi implementasi kurikulum 2013, dijelaskan bahwa sikap spiritual bersifat generik. Apa maksud kata 'generik'? Diambil dari kata serapan 'general' artinya umum. Sebagai kata yang bersifat umum, berarti melingkupi. Melingkupi kompetensi yang akan ditanamkan pada peserta didik. Hal ini mengandung arti bahwa setiap kompetensi dasar yang akan disampaikan harus diiringi dengan sikap spiritual tersebut. Lebih jelasnya setiap kompetensi dasar 'harus' didampingi oleh kompetensi spiritual. Karena itulah sesuai dengan sifat tersebut, maka kompetensi spiritual tersebut menjadi generik.
Pada dasarnya, proses pembelajaran 'basic'nya adalah menyampaikan sebuah perubahan perilaku melalui transformasi pengetahuan. Pengetahuan yang disampaikan adalah hal yang konseptual-empirik, artinya dari konsep pemahaman pengetahuan itu akhirnya akan dipraktekkan dalam kehidupan yang nyata. Pada kehidupan nyata nanti akan tergambar pola perilaku sesuai dengan pengetahuan yang didapatkan. Dengan dampingan sikap spiritual diharapkan perilaku sebagai akibat rasa 'tahu' yang dimiliki akan terarah pada nilai 'baik' dengan dampingan spiritualnya.
Deskripsinya sebagai berikut: Jika peserta didik telah belajar tentang 'Sejarah Perumusan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945' diharapkan kelak jika menjadi perumus perundang-undangan sebenarnya, maka 'ruh' iman dan taqwa terhadap Tuhannya akan melekat pada undang-undang yang diciptakannya. Demikian juga jika kelak menjadi birokrat, dalam melaksanakan tugasnya akan selalu 'dikawal' iman dan taqwanya. Hasilnya akan terjadi kehidupan birokrasi yang bersih, tidak berjiwa korup, kolusif dan nepotis. Mengapa karena iman dan taqwanya melarang itu.
Karena sifatnya yang umum dan melingkupi tersebut, maka sikap spiritual tidak diajarkan secara langsung. Penguatan dalam proses pembelajaran ditekankan pada setiap saat namun tersetruktur. Dinilai secara terus-menerus dan berkelanjutan. Penilaianya bersifat otentik. Artinya perilaku yang diamati itu yang dinilai sehingga valid hasilnya. Untuk itu sejumlah instrumen sudah harus disiapkan dalam menilai proses pembelajaran. Pola-pola pembiasaan yang tersetruktur maupun tidak tersetruktur akan menjadi titik tolak dalam menilai sikap spiritual. Yang tersetruktur misalnya, dalam membuka dan menutup pelajaran ditanamkan kebiasaan berdo'a, mengucapkan salam dan lainnya. Yang tidak tersetruktur misalnya, bagaimana anak didik ketika keluar-masuk ruangan, memberikan salam atau tidak. Ketika mendapat hasil ulangan bagus mengucap syukur apa tidak, dan berbagai perilaku iman dan taqwa lainnya. Bagaiamana menilai sikap spiritual dan strateginya, akan dibahas dalam artikel yang lainnya.

SIKAP SOSIAL (KD 2.1-2.4)
Sikap sosial tersebut dikembangkan dari KI 2. Terdapat tidak kurang 7 sikap sosial yang dikembangkan, antara lain: jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri. Tidak selalu ke-7 sikap sosial tersebut ditampilkan dalam sebuah proses pembelajaran. Hal tersebut tergantung pada karakteristik tema pada materi pokok yang diajarkan. Berbeda dengan sikap spiritual yang selalu menempel pada setiap KD yang diajarkan, sikap sosial tidak demikian. Dibutuhkan kemampuan menganalisa hubungan antar KD untuk memilih sikap sosial ini.
Dasar untuk memilih KD sikap sosial adalah arah dari materi pokok/tema dari materi yang diajarkan. Kita lihat contoh di bawah ini:
Misalnya, kita akan membahas KD 3.1 Memahami sejarah dan semangat komitmen  para pendiri Negara dalam merumuskan dan menetapkan Pancasila sebagai dasar negara, maka teliti dan analisalah KD 2.1-2.4. Mana yang mengandung tema senada dengan materi pokok pada KD 3.1 tersebut. Ternyata kita temukan di KD 2.1 Menghargai semangat dan komitmen kebangsaan seperti yang ditunjukkan oleh para pendiri negara dalam perumusan dan penetapan Pancasila sebagai dasar negara. Sehingga KD 2.1 cocok untuk menampilkan sikap sosial pada materi KD 3.1 tersebut. Selanjutnya dari ke-7 nilai sosial tersebut, manakah yang ditampilkan dalam menilai sikap sosial peserta didik? Kembali kita harus menganalisa konten materi pokoknya. Untuk ini kita harus memahami isi materinya. Pada materi "Semangat dan komitmen kebangsaan para pendiri negara dalam perumusan dan penetapan Pancasila sebagai dasar negara" terlihat bahwa materi tersebut syarat dengan nilai-nilai sosial tanggung jawab, jujur, peduli.
  • Tanggung jawab = sikap sosial yang ditampilkan oleh para tokoh dalam merumuskan Pancasila dilandasi oleh tanggung jawab pada bangsa dan negara Indonesia.
  • Jujur = sikap sosial yang ditampilkan waktu itu, bahwa dalam merumuskan dasar negara tanpa didasari oleh sikap pribadi atau kelompok. Tidak ada ambisi politis yang diharapkan kecuali berdirinya Negara Indonesia. Hal tersebut diperlukan kejujuran sikap.
  • Peduli = Sikap sosial yang berisi toleransi dan gotong royong. Hal ini nampak pada perumusan setiap sila Pancasila, demikian juga dalam menetapkan dasar negara Pancasila. Simbul sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah wujud sikap toleransi yang luhur. Kepedulian akan nasib bangsa mendatang dipikirkan mulai waktu itu.
Dari pembahasan di atas, tersusunlah keterkaitan KD 3.1 dan KD 2.1. Dengan kata lain, KD 3.1 ditempeli oleh KD 2.1 sebagai sikap sosial. Melihat sifatnya yang harus dianalisa kecocokannya, maka KD yang mengandung sikap sosial bersifat relatif. Tidak selalu cocok pada setiap KD pengetahuan yang ditempeli. Karena itulah KD 2.1-2.4 atau KD sikap sosial bersifat generik alternatif. 
Sehingga dalam menyampaikan materi 'Semangat dan komitmen para pendiri negara dalam perumusan dan penetapan Pancasila sebagai dasar negara' keterkaitan kompetensi dasar yang disampaikan adalah: 
  • 1.1 Menghargai perilaku beriman dan bertaqwa  kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia  dalam kehidupan di sekolah dan masyarakat
  • 2.1 Menghargai semangat dan komitmen kebangsaan seperti yang ditunjukkan oleh para pendiri negara dalam perumusan dan penetapan Pancasila sebagai dasar negara
  • 3.1 Memahami sejarah dan semangat komitmen  para pendiri Negara dalam merumuskan dan menetapkan Pancasila sebagai dasar negara
Bagaimana dengan KD 4.x? Akan dibahas pada artikel berikutnya. Sampai pada pembahasan ini kita telah memahami bagaimana menempatkan KD Spiritual dan Sosial dalam sebuah pembelajaran.

SIKAP SPIRITUAL DAN SIKAP SOSIAL

Memahami KI1 dan KI2 Kurikulum 2013, kita akan melihat pemikiran yang berbeda dengan KTSP 2006. Pada Kurikulum 2013 KI 1 dan KI 2 berisi kompetensi sikap, yang terbagi atas sikap spiritual dan sikap sosial.
Bagaimana KI-KI tersebut terumuskan? Ternyata bila dicermati UU Sikdiknas 20/2003, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas menjelaskan tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tersurat bahwa tujuan pendidikan nasional tersebut dicapai melalui sejumlah kompetensi agar menjadi manusia Indonesia yang diharapkan. Tujuan tersebut juga sangat komprehensif (baca menyeluruh) yang disimpulkan ke dalam kompetensi-kompetensi tertentu.

MEMAHAMI MAKNA SPIRITUAL
Kalimat, "agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,..." merupakan kalimat inti yang menunjukkan sikap vertikal. Diarahkan pada potensi spiritual, manusia yang beriman dan bertaqwa wujud pengakuan luhur Bangsa Indonesia yang sejak dulu mengenal makna spiritual melalui kegiatan-kegiatan relegi yang ditunjukkan dalam kehidupan nenek moyang kita. Dalam sejarah perumusan dasar negara kita, juga telah ditunjukkan semangat dan komitmen luar biasa oleh para tokoh kita. Sehingga waktu itu, rumusan yang menyangkut dasar Ketuhanan Yang Maha Esa begitu diperhatikan. Karena itulah secara legal konstitusional, menyangkut kehidupan beriman dan bertaqwa pada Tuhan Yang Maha Esa dicantumkan pada pasal 29 UUD NRI 1945.
Kurikulum kita, KTSP 2013 mempertegas dalam makna sikap spiritual, kompetensi ini mengharapkan agar manusia-manusia yang dilahirkan melalui proses pendidikan benar-benar menunjukkan iman dan taqwa dalam arti yang sesungguhnya. Disadari bahwa kehidupan yang mencerminkan iman dan taqwa memang harus ditekankan, mengingat praktek kehidupan kita sudah cenderung menjauh dari perilaku iman dan taqwa. Di lingkungan pendidikan, bertaburan pelanggaran norma Ketuhanan. Dimulai dari perilaku pelajar kita yang cenderung hedonis dan bebas, seolah pendidik dibuat tak berdaya karenanya. Ditopang akselerasi informasi dan komunikasi yang berkembang, semakin memperlihatkan kehidupan yang tidak bermoral ketuhanan, seks bebas melanda kalangan pelajar, terlihat begitu permisif. Pendidikan seks yang tidak diikuti dengan kejelasan tujuan semakin menambah referensi kehidupan pelajar yang bebas.
Tidak kalah mencoloknya sikap rendah moral ketuhanan juga ditunjukkan oleh para pejabat kita, berbagai kasus amoral diantara mereka menunjukkan sinyalemen tersebut. Dikalangan akademisi juga demikian, berbagai kasus amoral ditunjukkan melalui media massa yang dikonsumsi oleh semua publik berbagai golongan. Rasanya tidak mengenal kata 'tabu' untuk menampilkan hal demikian.
Pertanyaannya, "Apakah mereka tidak mengenal iman dan taqwa?" tentu jawabnya mengenal. Bahkan lebih dari itu. Lantas mengapa hal ini terjadi? Karena pemahaman iman dan taqwa kurang. Memahami erat kaitanya dengan menunjukkan. Jika orang memahami 'sesuatu', artinya orang itu menunjukkan 'sesuatu' itu. Refleksi pemahaman tersebut ada pada perilaku yang ditunjukkan. Kesimpulannya adalah potensi iman dan taqwa tidak dimunculkan oleh manusia karena kurangnya pemahaman pada kehidupan yang dilandasi oleh iman dan taqwa.

SIKAP SOSIAL
Masih membahas yang tersurat dalam UU No. 20/2003, disitu terbaca kalimat, '...kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab...'. Makna yang tersimpul adalah kiatanya dengan hubungan antar manusia. Sebuah hubungan sosial yang dilandasi oleh Ketuhanan yang Maha Esa. Dalam bahasa agama akrab dengan sebutan 'muamalah', bagiamana manusia harus menghargai sikap dalam pergaulan hidupnya. Harmonisasi hubungan tercermin jika dilandasi oleh sikap sosial sebagaimana dimaksud. Kalimat tersebut juga mendasari pergaulan hidup manusia agar tidak 'basa-basi' dalam bersikap pada orang lain.
Potensi manusia itu memang kreatif, inofativ sebagai wujud kemandirian makhluk Tuhan Yang Maha Esa, namun dalam mengembangkan sikap tersebut hendaknya juga mengembangkan jiwa demokratis. Seiring dengan kompetisi sosial yang semakin komplek, pergaulan manusia baik secara interpersonal maupun kelompok (baca organisasi) memang telah menunjukkan sikap demokratis. Tetapi kembali dihadapkan tidak pahamnya pelaku hubungan sosial tersebut dalam memaknai dan memahami kata demokratis. Mengapa? Karena tidak dilanjuti dengan sikap tanggung jawab.
Sebuah ilustrasi sosial berikut akan memahamkan kita pada sikap sosial tersebut. Berbagai tuntutan masyarakat melalui cara-cara yang dianggap demokratis melunturkan makna demokrasi. Sekelompok organisasi menuntut perubahan penghargaan material (gaji) yang lebih pada induknya (perusahaan, lembaga,, dll) dengan cara mogok kerja, aksi unjuk rasa dan lainnya. Setelah mereka dipenuhi haknya akankah ada timbal balik perilaku kerjanya? Jawabnya, dari berbagai kasus tidak ada imbal balik perilaku. Jika dituntut, akan muncul alasan berikutnya yang seolah syah menurut pemikirannya yaitu bahwa pengabulan tuntutan tersebut semata memenuhi kebutuhan dasar, belum sesuai harapan. Begitu terus, selalu berkembang.
Tidak jauh beda dengan ilustrasi di atas, pemberian sertifikasi jabatan guru. Secara jujur lahir dan batin, apakah ada signifikansi antara pemberian tunjangan sertifikasi dengan kinerja? Dari berbagai evaluasi belum signifikan. Kembali, selalu dan selalu sebagai alasannya adalah kelayakan memenuhi kebutuhan dasar saja.
Apa yang menjadi ilustrasi di atas menunjukkan bahwa, tanggung jawab sosial belum muncul. Andaikan ada signifikansi antara tuntutan dan tanggung jawab sosial, alangkah harmonisnya kehidupan ini. Karena itulah, mendasari pendidikan 10 tahun mendatang menurut saya sangatlah tepat bila sikap sosial dimasukkan dalam garapan pendidikan melalui kurikulum 2013. Agar kelak muncul manusia-manusia kreatif, inovatif dan mandiri benar-benar bisa mengembangkan kehidupan sosial yang demokratis dan bertanggung jawab.
Memperjelas status sikap sosial tersebut, dalam kompetensi inti diperluas dengan sikap yang senada. Antara lain:  jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri. Sikap tersebut harus nyata dan dialami. Karena itu hal-hal yang sifatnya empirik harus selalu dijadikan sebagai evaluasi penanaman sikap sosial tersebut. Untuk itu kita ingat kata filosofis edukatif yang disampaikan oleh Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara. Susunan kalimat bermakna edukatif ini akan menjadi penuntun dalam menunjukkan sikap sosial pada peserta didik: Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Sikap sosial ternyata menghendaki keterlibatan semua elemen. Dalam dunia pendidikan menuntut semua jajaran pemangku kepentingan memberikan contoh dalam menunjukkan sikap sosial tersebut.
Kesimpulannya, sikap sosial merupakan sikap horisontal yang dikembangkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan pembangunan bangsa. Manusia Indonesia seutuhnya.

Soal Ulangan Semester PKn Kelas IX

Berikut Contoh Soal Ulangan Semester PKn Kelas IX
1. Pertahanan negara diselenggarakan melalui usaha membangun dan membina kemampuan daya ....
    a. menghadapi musuh
    b. menanggulangi ancaman
    c. mempertahankan negara
    d. menangkal serangan
2. Dalam sistem pertahanan kita yang menjadi komponen utama adalah ....
    a. TNI
    b. rakyat
    c. polisi
    d. ABRI

3. Perlawanan rakyat semesta dapat dilakukan dengan cara antara lain ....
    a. memperkuat cadangan TNI yang dilengkapi senjata
    b. mendayagunakan kemanunggalan TNI dengan rakyat
    c. melatih rakyat untuk melakukan pertahanan teritorial
    d. penggunaan alat perang oleh rakyat terlatih

4. Menurut undang-undang pemerintahan daerah, pemerintahan yang terkecil adalah ....
    a. desa           c. kabupaten
    b. kalurahan  d. kota

5. Peraturan desa dibuat oleh ....
    a. kepala desa
    b. BPD
    c. perangkat desa
    d. kepala desa dan BPD
6. Kepala desa dalam menjalankan tugas bertanggung jawab kepada ....
    a. LKMD  c. bupati
    b. BPD     d. camat
7. Agar kebijakan publik tetap berpihak pada kepentingan masyarakat, maka seluruh rakyat harus ikut berpartisipasi aktif mengikuti perkembangan yang ada antara lain sebagai berikut, kecuali ....
    a. memberi masukan melalui surat kabar atau media massa
    b. menyampaikan aspirasi lewat lembaga-lembaga perwakilan rakyat
    c. mengikuti perkembangan zaman dengan membaca surat kabar
    d. menyampaikan aspirasi lewat demontrasi secara damai

8. Globalisasi ekonomi dunia sangat mempengaruhi sistem ekonomi Indonesia. Konsep sistem ekonomi Indonesia adalah ....
    a. sistem liberalisme
    b. sistem kapitalisme
    c. sistem kerakyatan
    d. sistem demokrasi

9. Dengan perubahan UUD 1945 akan berakibat ....
    a. rakyat mengalami kesulitan dalam memahami UUD 45
    b. negara Indonesia akan menjadi negara yang demokratis
    c. berubahnya sistem ketatanegaraan Indonesia secara drastis
    d. jumlah bab dan pasal-pasalnya menjadi lebih banyak

10. Akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan pesatnya penggunaan freon berakibat ....
    a. sumber daya alam rusak
    b. menipisnya lapisan ozon
    c. bumi semakin panas
    d. sumber daya manusia rendah

Dampak Negatif Globalisasi

Dampak negatif Globalisasi adalah munculnya beberapa paham antara lain:
1. Paham hedonisme
    Paham ini melihat bahwa kesenangan atau kenikmatan menjadi tujuan hidup dan tindakan hidup manusia.

2. Paham materialisme
    Paham ini selalu mengutamakan dan mengukur segala sesuatu berdasarkan materi. Dengan demikian hubungan batiniah manusia tidak menjadi bahan pertimbangan dalam hubungan antarmanusia.

3. Paham sekulerisme
    Paham ini mencerminkan kehidupan keduniawian.

4. Paham individualisme
    Sikap yang mementingkan kepentingan sendiri.

5. Paham elitisme
    Paham ini cenderung bergaya hidup berbeda dengan rakyat kebanyakan.

Soal UAS Semester 1 Tahun 2012

Silahkan unduh file soal UAS Semester 1 tahun 2012 disini. Jadikan soal tahun sebelumnya ini sebagai bahan latihan. Apabila ingin melihat langsung, silahkan dilihat di slide presentasi berikut ini:


Tahun 1965, Indonesia Keluar dari PBB

Perwakilan Tetap Indonesia untuk
PBB di New York (dok:
wikipedia.org)
Indonesia resmi menjadi negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa ke-60 pada tanggal 28 September 1950, yang ditetapkan dengan Resolusi Majelis Umum PBB nomor A/RES/491 (V) tentang "penerimaan Republik Indonesia dalam keanggotaan di Perserikatan Bangsa Bangsa", kurang dari satu tahun setelah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag.

Sejarah mencatat, Indonesia merdeka dari segala bentuk penjajahan tidak terlepas dari peran tangan dingin Soekarno. Selain berwibawa, ia juga sangat tegas. Beliau tidak pandang bulu terhadap siapapun yang mencoba merendahkan martabat negara Indonesia.

“Inggris kita linggis! Amerika kita setrika!”, atau “Go to hell with your aid” yang ditujukan kepada Amerika.

“Malaysia kita ganyang. Hajar cecunguk Malayan itu! Pukul dan sikat jangan sampai tanah dan udara kita diinjak-injak oleh Malaysian keparat itu”

Itulah beberapa kalimat yang tercatat oleh sejarah pernah diucapkan oleh Soekarno terkait negara-negara yang berusaha bertindak tidak semestinya terhadap Indonesia. Tanggal 7 januari 1965 dalam rapat raksasa dihadapan puluhan ribu rakyat, Presiden Soekarno menyatakan bahwa Republik Indonesia keluar dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Hal ini dikarenakan sikap PBB yang menerima Malaysia yang dianggap oleh pemerintah Republik Indonesia merupakan negara boneka bentukan Inggris sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Ancaman Republik Indonesia ini sebenarnya sudah dikeluarkan pada tanggal 31 Desember 1965 ketika Bung Karno mengancam PBB jika tetap menerima Malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.

 
Bung Karno untuk Dunia oleh Aria Bima (dok: youtube.com)

Keluarnya Republik Indonesia dari keanggotaan PBB ini sebenarnya adalah puncak akumulasi dari ketidaksukaan Bung Karno atas turut campur dan pengaruh negara-negara kapitalis barat dalam kelembagaan ini. Hal ini dapat dirunut dari sikap Republik Indonesia dalam memperjuangkan harkat dan martabat bangsanya sendiri, namun juga bangsa Asia dan Afrika serta lebih menyeluruh negara-negara dunia ketiga dengan membentuk gerakan negara-negara di dunia ketiga.

Setidaknya ada enam alasan yang tak terbantahkan bahkan oleh Sekjen PBB sendiri yang menjadi dasar Indonesia menarik diri dari keanggotaan di PBB:

Pertama, soal kedudukan PBB di Amerika Serikat. Bung Karno mengkritik, dalam suasana perang dingin Amerika Serikat dan Uni Sovyet lengkap dengan perang urat syaraf yang terjadi, maka tidak sepatutnya markas PBB justru berada di salah satu negara pelaku perang dingin tersebut. Bung Karno mengusulkan agar PBB bermarkas di Jenewa, atau di Asia, Afrika, atau daerah netral lain di luar blok Amerika dan Sovyet.


Kedua, PBB yang lahir pasca perang dunia kedua, dimaksudkan untuk bisa menyelesaikan pertikaian antarnegara secara cepat dan menentukan. Akan tetapi yang terjadi justru PBB selalu tegang dan lamban dalam menyikapi konflik antar negara. Indonesia mengalami dua kali, yakni saat pembebasan Irian Barat, dan Malaysia. Dalam kedua perkara itu, PBB tidak membawa penyelesaian, kecuali hanya menjadi medan perdebatan. Selain itu, pasca perang dunia II, banyak negara baru, yang baru saja terbebas dari penderitaan penjajahan, tetapi faktanya dalam piagam-piagam yang dilahirkan maupun dalam preambule-nya, tidak pernah menyebut perkataan kolonialisme. Singkatnya, PBB tidak menempatkan negara-negara yang baru merdeka secara proporsional.

 

Ketiga, Organisasi dan keanggotaan Dewan Keamanan mencerminkan peta ekonomi, militer dan kekuatan tahun 1945, tidak mencerminkan bangkitnya negara-negara sosialis serta munculnya perkembangan cepat kemerdekaan negara-negara di Asia dan Afrika. Mereka tidak diakomodir karena hak veto hanya milik Amerika, Inggris, Rusia, Perancis, dan Taiwan. Kondisi yang tidak aktual lagi, tetapi tidak ada satu orang pun yang berusaha bergerak mengubahnya.
 

Keempat, soal sekretariat yang selalu dipegang kepala staf berkebangsaan Amerika. Tidak heran jika hasil kebijakannya banyak mengakomodasi kepentingan Barat, setidaknya menggunakan sistem Barat. Bung Karno tidak dapat menunjung tinggi sistem itu dengan dasar, “Imperialisme dan kolonialisme adalah anak kandung dari sistem Negara Barat. Seperti halnya mayoritas anggota PBB, aku benci imperialisme dan aku jijik pada kolonialisme.”
 

Kelima, Bung Karno menganggap PBB keblinger dengan menolak perwakilan Cina, sementara di Dewan Keamanan duduk Taiwan yang tidak diakui oleh Indonesia. Di mata Bung Karno, “Dengan mengesampingkan bangsa yang besar, bangsa yang agung dan kuat dalam arti jumlah penduduk, kebudayaan, kemampuan, peninggalan kebudayaan kuno, suatu bangsa yang penuh kekuatan dan daya-ekonomi, dengan mengesampingkan bangsa itu, maka PBB sangat melemahkan kekuatan dan kemampuannya untuk berunding justru karena ia menolak keanggotaan bangsa yang terbesar di dunia.”
 

Keenam, tidak adanya pembagian yang adil di antara personal PBB dalam lembaga-lembaganya. Bekas ketua UNICEF adalah seorang Amerika. Ketua Dana Khusus adalah Amerika. Badan Bantuan Teknik PBB diketuai orang Inggris. Bahkan dalam persengketaan Asia seperti halnya pembentukan Malaysia, maka plebisit yang gagal yang diselenggarakan PBB, diketuai orang Amerika bernama Michelmore.

Indonesia Menjadi Anggota PBB oleh Netmediatama (dok: youtube.com)

Salah satu kebijakan pertama yang diambil Orde Baru adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966 dan Indonesia tetap dinyatakan sebagai anggota yang ke-60, keanggotaan yang sama sejak bergabungnya Indonesia pada tanggal 28 September 1950.

Referensi:
http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia_dan_Perserikatan_Bangsa-Bangsa
http://www.terindikasi.com/2012/05/alasan-indonesia-keluar-dari-pbb.html

http://www.youtube.com

Materi Lama

    Dukung Kami PKN4ALL Dengan Donasi di https://saweria.co/jokosan | Scan Barcode Di Atas | Kami PKN4ALL Besar Karena Dukungan Anda Semua. Terima Kasih!

    Postingan Populer

     
    Desember 2013