Bela negara biasanya selalu dikaitkan dengan militer atau militerisme, seolah-olah kewajiban dan tanggung jawab untuk membela negara hanya terletak pada Tentara Nasional Indonesia. Padahal berdasarkan Pasal 30 UUD 1945, bela negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bela negara adalah upaya setiap warga negara untuk mempertahankan Republik Indonesia terhadap ancaman, baik dari luar maupun dalam negeri.
UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara RI mengatur tata cara penyelenggaraan pertahanan negara yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) maupun oleh seluruh komponen bangsa. Upaya melibatkan seluruh komponen bangsa dalam penyelenggaraan pertahanan negara itu antara lain dilakukan melalui Pendidikan Pendahuluan Bela Negara. Selain itu, penanaman tentang sikap bela negara harus ditanamkan sejak sekarang karena masa depan NKRI berada di pundak Anda sebagai generasi penerus bangsa.
1. Bela Negara Secara Fisik
Keterlibatan warga negara sipil dalam upaya pertahanan negara merupakan hak dan kewajiban konstitusional setiap warga Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun, seperti diatur dalam UU Nomor 3 Tahun 2002 dan sesuai dengan doktrin Sistem Pertahanan Semesta, maka pelaksanaannya dilakukan oleh Rakyat Terlatih (Ratih) yang terdiri dari berbagai unsur, misalnya Resimen Mahasiswa, Perlawanan Rakyat, Pertahanan Sipil, Mitra Babinsa, OKP yang telah mengikuti Pendidikan Dasar Militer, dan lainnya.
Rakyat Terlatih mempunyai empat fungsi, yaitu ketertiban umum, perlindungan masyarakat, keamanan rakyat, dan perlawanan rakyat. Tiga fungsi yang disebut pertama, umumnya dilakukan pada masa damai atau pada saat terjadinya bencana alam atau darurat sipil, di mana unsur-unsur Rakyat Terlatih membantu pemerintah daerah dalam menangani kemanan dan ketertiban masyarakat. Sementara fungsi perlawanan masyarakat dilakukan dalam keadaan darurat perang, di mana Rakyat Terlatih merupakan unsur bantuan tempur bagi pasukan reguler TNI dan terlibat langsung di medan perang. Apabila keadaan ekonomi nasional telah pulih dan keuangan negara memungkinkan, maka dapat pula dipertimbangkan kemungkinan untuk mengadakan wajib militer bagi warga negara yang memenuhi syarat seperti yang dilakukan di banyak negara maju di Barat. Gagasan ini bukanlah dimaksudkan sebagai upaya militerisasi masyarakat sipil, tetapi memperkenalkan "dwi fungsi sipil". Maksudnya sebagai upaya sosialisasi "konsep bela negara" di mana tugas pertahanan dan keamanan negara bukanlah semata-mata tanggung jawab TNI, tetapi merupakan hak dan kewajiban seluruh warga Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Bela Negara Secara Nonfisik
Di mana transisi menuju masyarakat madani sesuai tuntutan reformasi saat ini, justru kesadaran bela negara ini perlu ditanamkan guna menangkal berbagai potensi ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan, baik dari luar maupun dari dalam seperti yang telah diuraikan di atas. Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya, bela negara tidak selalu harus berarti "memanggul bedil menghadapi musuh". Keterlibatan warga negara sipil dalam bela negara secara nonfisik dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, sepanjang massa, dan dalam segala situasi, misalnya dengan cara sebagai berikut.
Meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara, termasuk menghayati arti demokrasi dengan menghargai perbedaan pendapat dan tidak memaksakan kehendak.
Menanamkan kecintaan terhadap tanah air, melalui pengabdian yang tulus kepada masyarakat.
Berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara dengan berkarya nyata (bukan retorika), meningkatkan kesadaran dan kepatuhan terhadap hukum/undang-undang, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Pembekalan mental spiritual di kalangan masyarakat agar dapat menangkal pengaruh-pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan bangsa Indonesia dengan lebih bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui ibadah sesuai agama/kepercayaan masing-masing.
Sumber: Buku Ajar PPKn Semester 2 Kelas 10 SMA/SMK Kurikulum 2013 dengan pengubahan.
0 comments:
Posting Komentar