POLITIK ETIS DAN DAMPAKNYA
Pada awal abad ke-20 di Indonesia terjadi perubahan yang sangat besar, yakni munculnya Politik Etis. Politik Etis juga tidak bisa dilepaskan dari adanya Tanam Paksa (Cultur Stelsel) yang diberlakukan oleh Van Den Bosch dilanjutakan dengan adanya Politik Pintu Terbuka. Politik Etis juga muncul akibat adanya kemenangan kaum liberal atas kaum konservatif di parlemen Belanda. Politik Etis adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan pribumi. Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksa. Munculnya kaum Etis yang dipelopori oleh Pieter Brooshooft (wartawan Koran De Locomotief) dan C.Th. van Deventer (politikus) ternyata membuka mata pemerintah kolonial untuk lebih memperhatikan nasib para pribumi yang terbelakang.
Pada 17 September 1901, Ratu Wilhelmina yang baru naik tahta menegaskan dalam pidato pembukaan Parlemen Belanda, bahwa pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan hutang budi (een eerschuld) terhadap bangsa pribumi di Hindia Belanda. Ratu Wilhelmina menuangkan panggilan moral tersebut ke dalam kebijakan politik etis yakni program Trias Van
Isi Politik Etis
Pencetus politik Etis adalah Van Deventer. Isi dari politik Etis terkenal dengan istilah Trilogi Van deventer atau Trias Van deventer. Pada tahun 1889 Van Deventer memperjuangkan nasib bangsa Indonesia dengan menulis karangan dalam majalah De Gids yang berjudul Eeu Eereschuld (Hutang Budi). Van Deventer menjelaskan bahwa Belanda telah berhutang budi kepada rakyat Indonesia. Hutang budi itu harus dikembalikan dengan memperbaiki nasib rakyat, mencerdaskan dan memakmurkan.
Isi politik etis yaitu :
1. Irigasi (pengairan), membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan untuk keperluan pertanian. Sarana vital bagi pertanian adalah pengairan dan oleh pihak pemerintah telah dibangun sejak 1885. Bangunan-bangunan irigasi Berantas dan Demak seluas 96.000 bau, pada 1902 menjadi 173.000 bau. Dengan irigasi tanah pertanian akan menjadi subur dan produksinya bertambah.
2. Emigrasi yakni mengajak penduduk untuk bertransmigrasi. Dengan transmigrasi tanah-tanah di luar Jawa yang belum diolah menjadi lahan perkebunan, akan dapat diolah untuk menambah penghasilan. Selain itu juga untuk mengurangi kepadatan penduduk Jawa. Pada 1865 jumlah penduduk Jawa dan Madura 14 juta. Pada 1900 telah berubah menjadi dua kali lipat. Pada awal abad ke-19 terjadi migrasi penduduk dari Jawa Tengah ke Jawa Timur sehubungan dengan adanya perluasan perkebunan tebu dan tembakau, migrasi penduduk dari Jawa ke Sumatra Utara karena adanya permintaan besar akan tenaga kerja perkebunan di Sumatra Utara, terutama ke Deli, sedangkan ke Lampung mempunyai tujuan untuk menetap. Selain kebeberapa daerah yang ada di Indonesia, penduduk Indonesia juga dikirim keluar negeri salah satu tujuannya adalah di Suriname
3. Edukasi yakni memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan. Sarana vital bagi pertanian adalah pengairan dan oleh pihak pemerintah telah dibangun sejak 1885. Bangunan-bangunan irigasi Berantas dan Demak seluas 96.000 bau, pada 1902 menjadi 173.000 bau. Dengan irigasi tanah pertanian akan menjadi subur dan produksinya bertambah.
Pengaruh politik etis dalam bidang pengajaran dan pendidikan sangat berperan dalam pengembangan dan perluasan dunia pendidikan dan pengajaran di Hindia Belanda. Salah seorang dari kelompok etis yang sangat berjasa dalam bidang ini adalah Mr. J.H. Abendanon (1852-1925), seorang Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan selama lima tahun (1900-1905). Sejak tahun 1900 inilah berdiri sekolah-sekolah, baik untuk kaum priyayi maupun rakyat biasa yang hampir merata di daerah-daerah. Politik Etis memunculkan golongan cendikiawan/terpelajar yang nantinya menjadi pelopor Pergerakan Nasional Indonesia.
Pendukung Politik Etis
Pendukung Politik Etis usulan Van Deventer adalah sebagai berikut :
1. P. Brooshoof, redaktur surat kabar De Lokomotif, yang pada tahun 1901 menulis buku berjudul De Ethische Koers In de Koloniale Politiek (Tujuan Ethis dalam Politik Kolonial).
2. F. Holle, banyak membantu kaum tani.
3. Van Vollen Hoven, banyak memperdalam hukum adat pada beberapa suku bangsa di Indonesia.
4. Abendanon, banyak memikirkan soal pendidikan penduduk pribumi.
5. Leivegoed, seorang jurnalis yang banyak menulis tentang rakyat Indonesia.
6. Van Kol, banyak menulis tentang keadaan pemerintahan Hindia Belanda.
7. Douwes Dekker (Multatuli), dalam bukunya yang berjudul Max Havelaar berisi kritikan terhadap pelaksanaan tanam paksa di Lebak, Banten.
Penyimpangan Politik Etis
Pada dasarnya kebijakan-kebijakan yang diajukan oleh van Deventer tersebut baik. Akan tetapi dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh para pegawai Belanda. Berikut ini penyimpangan penyimpangan yang terjadi pada penerapan politik Etis yaitu
1. Irigasi. Irigasi atau pengairan hanya ditujukan kepada tanah-tanah yang subur untuk perkebunan swasta Belanda. Sedangkan milik rakyat tidak dialiri air dari irigasi.
2. Edukasi. Pemerintah Belanda membangun sekolah-sekolah. Pendidikan ditujukan untuk mendapatkan tenaga administrasi yang cakap dan murah. Pendidikan yang dibuka untuk seluruh rakyat, hanya diperuntukkan kepada anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang mampu. Terjadi diskriminasi pendidikan yaitu pengajaran di sekolah kelas I untuk anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang berharta, dan di sekolah kelas II kepada anak-anak pribumi dan pada umumnya.
3. Migrasi. Migrasi ke daerah luar Jawa hanya ditujukan ke daerah-daerah yang dikembangkan perkebunan-perkebunan milik Belanda. Hal ini karena adanya permintaan yang besar akan tenaga kerja di daerah-daerah perkebunan seperti perkebunan di Sumatera Utara, khususnya di Deli, Suriname, dan lain-lain. Mereka dijadikan kuli kontrak. Migrasi ke Lampung mempunyai tujuan menetap. Karena migrasi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja, maka tidak jarang banyak yang melarikan diri. Untuk mencegah agar pekerja tidak melarikan diri, pemerintah Belanda mengeluarkan Poenale Sanctie, yaitu peraturan yang menetapkan bahwa pekerja yang melarikan diri akan dicari dan ditangkap polisi, kemudian dikembalikan kepada mandor/pengawasnya.
Dari ketiga penyimpangan ini, terjadi karena lebih banyak untuk kepentingan pemerintahan Belanda.
Dampak yang di timbulkan oleh Politik Etis tentunya ada yang negatif dan positif namun yang perlu kita ketahui adalah bahwa hampir semua program dan tujuan awal dari Politik Etis banyak yang tak terlaksana dan mendapat hambatan. Namun satu program yang berdampak positif dengan sifat jangka panjang bagi bangsa Indonesia adalah bidang pendidikan yang akan mendatangkan golongan terpelajar dan terdidik yang dikemudian hari akan membuat pemerintahan Belanda menjadi terancam dengan munculnya Budi Utomo, Sarikat Islam dan berdirinya Volksraad. Adapun dampak-dampak yang terlihat nyata adalah dalam tiga bidang :
1. Politik : Desentralisasi kekuasaan atau otonomi bagi bangsa Indonesia, namun tetap saja terdapat masalah yaitu golongan penguasa tetap kuat dalam arti intervensi, karena perusahaan-perusahaan Belanda kalah saing dengan Jepang dan Amerika menjadikan sentralisasi berusaha diterapkan kembali. (Kartodirjo, Sartono 1990 : 56)
2. Sosial : Lahirya golongan terpelajar, peningkatan jumlah melek huruf, perkembangan bidang pendidikan adalah dampak positifnya namun dampak negatifnya adalah kesenjangan antara golongan bangsawan dan bawah semakin terlihat jelas karena bangsawan kelas atas dapat berseolah dengan baik dan langsung di pekerjakan di perusahaan-perusahaan Belanda.
3. Ekonomi : lahirnya sistem Kapitalisme modern, politk liberal dan pasar bebas yang menjadikan persaingan dan modal menjadi indikator utama dalam perdagangan. Sehingga yang lemah akan kalah dan tersingkirkan. Selain itu juga muculnya dan berkembangnya perusahaan-perusahaan swasta dan asing di Indonesia seperti Shell.
4. Infrastruktur : Pembangunan infrastruktur seperti pembangunan rel kereta api yang memperlancar perpindahan barang dan manusia. Pembangunan infratruktur pertanian dalam hal ini bendungan yang nantinya bermanfaat bagi pengairan.
5. Pendidikan : Berdirinya sekolah-sekolah antara lain, Hollandsch Indlandsche School(HIS) setingkat SD untuk kelas atas dan yang untuk kelas bawah dibentuk sekolah kelas dua, Meer Uitgebreid Lagare Onderwijs (MULO) setingkat SMP, Algemeene Middlebare School (AMS) setingkat SMU, Kweek School (Sekolah Guru) untuk kaum bumi putra dan Technical Hoges School (Sekolah Tinggi Teknik), School Tot Opleiding Van Indische Artsen (STOVIA) sekolah kedokteran. Adanya berbagai sekolah mengakibatkan munculnya kaum terpelajar atau cendikiawan yang nantinya menjadi pelopor Pergerakan Nasional seperti contoh Soetomo mahasiswa STOVIA mendirikan organisasi Budi Utomo.
Dari berbagai sumber
0 comments:
Posting Komentar