Lampiran: D
Bacalah berita ini dengan baik, kemudian berikan komentar, apakah benar termasuk pelanggaran HAM.
Bacalah berita ini dengan baik, kemudian berikan komentar, apakah benar termasuk pelanggaran HAM.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Adnan Pandu Praja mengaku, sudah menerima sejumlah informasi dari Migrant Care terkait pemerasan terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
Konsolidasi ini merupakan tindak lanjut dari inspeksi mendadak yang dilakukan KPK di Bandara Soekarno-Hatta beberapa waktu lalu. Dalam sidak itu, KPK menemukan adanya praktik pemerasan dan percaloan terhadap para TKI.
"Kami menerima banyak informasi yang sangat-sangat menarik bahwa sebenarnya menurut pendapat teman-teman Migrant Care dari hasil kajian berbagai lembaga internasional, ini adalah pola perbudakan modern yang menempatkan kita setara dengan negara-negara yang memperlakukan para pekerja itu secara tidak manusiawi," kata Adnan, di kantornya, Rabu 6 Agustus 2014.
Selain itu, Adnan mengatakan, mendapat informasi dari Migrant Care mengenai adanya sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang memiliki Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) dan bahkan perusahaan travel.
"Harapannya agar mereka bisa menyampaikan aspirasi para TKI," kata dia.
Adnan menambahkan, untuk menindaklanjuti pertemuan dengan Migrant Care ini, pihaknya berencana kembali melakukan pertemuan bersama Kementerian Tenaga Kerja, BNP2TKI serta pihak-pihak terkait lainnya.
"Kami akan bertemu kembali dengan teman-teman dari Migrant care, Menteri Tenaga Kerja, serta BNP2TKI dan pihak-pihak terkait dalam rangka mencari solusi yang konstruktif," ujar Adnan.
Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah membenarkan, telah memberikan informasi mengenai adanya anggota dewan yang memiliki PJTKI dan perusahaan travel.
Anis mengatakan, setidaknya ada 6 anggota DPR dan DPD RI yang telah disampaikan informasinya kepada KPK. Namun, dia enggan mengungkapkan nama atau asal partai para anggota dewan yang dilaporkannya tersebut.
Menurut dia, adanya kepemilikan PJTKI dan perusahaan travel oleh anggota dewan bisa saja terindikasi dugaan terjadinya penyalahgunaan wewenang.
"Karena itu, saya kira pola-pola abuse of power yang lebih sistemik, terstruktur. Situasi itu menghambat reformasi, tidak hanya birokrasi tapi juga regulasi secara menyeluruh terkait penempatan dan perlindungan TKI," ucap Anis.
Konsolidasi ini merupakan tindak lanjut dari inspeksi mendadak yang dilakukan KPK di Bandara Soekarno-Hatta beberapa waktu lalu. Dalam sidak itu, KPK menemukan adanya praktik pemerasan dan percaloan terhadap para TKI.
"Kami menerima banyak informasi yang sangat-sangat menarik bahwa sebenarnya menurut pendapat teman-teman Migrant Care dari hasil kajian berbagai lembaga internasional, ini adalah pola perbudakan modern yang menempatkan kita setara dengan negara-negara yang memperlakukan para pekerja itu secara tidak manusiawi," kata Adnan, di kantornya, Rabu 6 Agustus 2014.
Selain itu, Adnan mengatakan, mendapat informasi dari Migrant Care mengenai adanya sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang memiliki Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) dan bahkan perusahaan travel.
"Harapannya agar mereka bisa menyampaikan aspirasi para TKI," kata dia.
Adnan menambahkan, untuk menindaklanjuti pertemuan dengan Migrant Care ini, pihaknya berencana kembali melakukan pertemuan bersama Kementerian Tenaga Kerja, BNP2TKI serta pihak-pihak terkait lainnya.
"Kami akan bertemu kembali dengan teman-teman dari Migrant care, Menteri Tenaga Kerja, serta BNP2TKI dan pihak-pihak terkait dalam rangka mencari solusi yang konstruktif," ujar Adnan.
Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah membenarkan, telah memberikan informasi mengenai adanya anggota dewan yang memiliki PJTKI dan perusahaan travel.
Anis mengatakan, setidaknya ada 6 anggota DPR dan DPD RI yang telah disampaikan informasinya kepada KPK. Namun, dia enggan mengungkapkan nama atau asal partai para anggota dewan yang dilaporkannya tersebut.
Menurut dia, adanya kepemilikan PJTKI dan perusahaan travel oleh anggota dewan bisa saja terindikasi dugaan terjadinya penyalahgunaan wewenang.
"Karena itu, saya kira pola-pola abuse of power yang lebih sistemik, terstruktur. Situasi itu menghambat reformasi, tidak hanya birokrasi tapi juga regulasi secara menyeluruh terkait penempatan dan perlindungan TKI," ucap Anis.
Sumber:
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/526979-pemerasan-tki--pola-perbudakan-modern (diakses Kamis, 7/8/2014)
0 comments:
Posting Komentar