Lampiran: B
Perhatikan dan bacalah berita di bawah ini.
Selasa, 4 Juni 2013 | 09:13 WIB
Khawatir Digusur Paksa, Warga Waduk Datangi Balaikota
JAKARTA, KOMPAS.com — Sekitar 50 orang warga Waduk Pluit, Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, mendatangi Balaikota, Jakarta, Jumat (31/5/2013) pagi. Mereka mengadu kepada Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo bahwa ada kabar akan terjadi penggusuran paksa.
Ros (35), warga RT 19 RW 13 Penjaringan, mengungkapkan, isu tersebut berembus dari seorang warga bernama Jum. Jum mengatakan, Ketua Pelaksana Pascabanjir Darurat Pluit bernama Heryanto akan melakukan penggusuran secara paksa dua atau tiga hari lagi.
"Katanya, warga kita akan digusur secara paksa menggunakan cara-cara seperti di Kompleks Srikandi, Pulogadung," ujar Ros di sela-sela aksi.
Ros dan warga lainnya mengaku resah atas isu penggusuran paksa tersebut. Menurutnya, jika isu penggusuran paksa benar terjadi, Jokowi dianggap melanggar kesepakatan dengan warga Pluit sebelumnya. Pasalnya, Jokowi berjanji baru merelokasi warga setelah rumah susun di Muara Baru rampung.
"Makanya, tujuan kami datang ke sini, ingin tanya sama Pak Jokowi, apa benar kita mau digusur paksa menggunakan cara seperti di Srikandi. Kami mau bertemu dengan Jokowi," lanjut Ros.
Tidak hanya itu, Ros dan warga meminta Jokowi turun secara langsung untuk bertemu warga. Ros dan warga mengaku kecewa karena selama ini komunikasi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan warga sekitar Waduk Pluit hanya dengan perangkat RT dan RW, bukan warga langsung.
Pro-kontra masuk rusun
Meski warga datang satu tujuan, yaitu untuk menanyakan kepada Gubernur DKI terkait isu miring gusur paksa yang berembus, rupanya warga pun masih ada yang pro dan kontra soal relokasi warga sekitar Waduk Pluit ke rusun.
Ros mengaku memiliki dua alasan dirinya menolak penggusuran serta relokasi ke rusun. Pertama, sistem pembayaran rusun yang masih karut-marut, terutama soal ada oknum yang terlibat jual beli rusun secara ilegal. Kedua, Ros khawatir taraf kehidupan di rusun tidak akan meningkat.
"Di rumah ada usaha kecil-kecilan, kalau pindah, saya kerja apa. Belum sewanya mahal, kalau dikasih enggak masalah, tapi ini bayar," ujar Ros.
Lain Ros, lain pula Lukas (45). Ia mengaku setuju jika warga di sekitar Waduk Pluit direlokasi ke rusun, apalagi rusun tersebut masih berada di sekitar Muara Baru, dekat tempat tinggalnya kini. Lokasi rusun dekat dengan tempat kerjanya.
"Ya, kita mau apa lagi. Yang penting dekat tempat kerja dan harga sewanya murah. Jangan ada permainan. Jadi, kita sanggup pindah," ujarnya.
Dari pantauan Kompas.com, petugas keamanan di Balaikota tidak membolehkan warga masuk ke kantor Jokowi. Oleh sebab itu, warga pun menggelar demonstrasi di luar gerbang. Warga yang terdiri dari ibu-ibu dan bapak-bapak itu membentangkan spanduk berisi tuntutan sambil melakukan orasi politiknya menggunakan pengeras suara.
Waduk Pluit Berubah, Masih ada Warga Nekat Mematok Lahan
JAKARTA, KOMPAS.com-Penataan Waduk Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, menunjukkan kemajuan. Di sisi barat waduk hampir sebagian besar bangunan yang ada sudah dibongkar. Aktivitas pengerukan lumpur terus berjalan di area waduk, sementara jalan inspeksi di sekitar waduk mulai bisa dipakai.
”Bisa dilihat, selalu ada perkembangan proyek normalisasi. Pekerjaan perlu dipantau terus. Ini yang disebut manajemen kontrol,” kata Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, Senin (3/6/2013), saat mengunjungi Waduk Pluit, Jakarta Utara.
Perhatikan dan bacalah berita di bawah ini.
Selasa, 4 Juni 2013 | 09:13 WIB
Khawatir Digusur Paksa, Warga Waduk Datangi Balaikota
JAKARTA, KOMPAS.com — Sekitar 50 orang warga Waduk Pluit, Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, mendatangi Balaikota, Jakarta, Jumat (31/5/2013) pagi. Mereka mengadu kepada Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo bahwa ada kabar akan terjadi penggusuran paksa.
Ros (35), warga RT 19 RW 13 Penjaringan, mengungkapkan, isu tersebut berembus dari seorang warga bernama Jum. Jum mengatakan, Ketua Pelaksana Pascabanjir Darurat Pluit bernama Heryanto akan melakukan penggusuran secara paksa dua atau tiga hari lagi.
"Katanya, warga kita akan digusur secara paksa menggunakan cara-cara seperti di Kompleks Srikandi, Pulogadung," ujar Ros di sela-sela aksi.
Ros dan warga lainnya mengaku resah atas isu penggusuran paksa tersebut. Menurutnya, jika isu penggusuran paksa benar terjadi, Jokowi dianggap melanggar kesepakatan dengan warga Pluit sebelumnya. Pasalnya, Jokowi berjanji baru merelokasi warga setelah rumah susun di Muara Baru rampung.
"Makanya, tujuan kami datang ke sini, ingin tanya sama Pak Jokowi, apa benar kita mau digusur paksa menggunakan cara seperti di Srikandi. Kami mau bertemu dengan Jokowi," lanjut Ros.
Tidak hanya itu, Ros dan warga meminta Jokowi turun secara langsung untuk bertemu warga. Ros dan warga mengaku kecewa karena selama ini komunikasi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan warga sekitar Waduk Pluit hanya dengan perangkat RT dan RW, bukan warga langsung.
Tolak Penggusuran, Warga Bantaran Waduk Pluit Blokir Jalan (dok: www.youtube.com)
Pro-kontra masuk rusun
Meski warga datang satu tujuan, yaitu untuk menanyakan kepada Gubernur DKI terkait isu miring gusur paksa yang berembus, rupanya warga pun masih ada yang pro dan kontra soal relokasi warga sekitar Waduk Pluit ke rusun.
Ros mengaku memiliki dua alasan dirinya menolak penggusuran serta relokasi ke rusun. Pertama, sistem pembayaran rusun yang masih karut-marut, terutama soal ada oknum yang terlibat jual beli rusun secara ilegal. Kedua, Ros khawatir taraf kehidupan di rusun tidak akan meningkat.
"Di rumah ada usaha kecil-kecilan, kalau pindah, saya kerja apa. Belum sewanya mahal, kalau dikasih enggak masalah, tapi ini bayar," ujar Ros.
Lain Ros, lain pula Lukas (45). Ia mengaku setuju jika warga di sekitar Waduk Pluit direlokasi ke rusun, apalagi rusun tersebut masih berada di sekitar Muara Baru, dekat tempat tinggalnya kini. Lokasi rusun dekat dengan tempat kerjanya.
"Ya, kita mau apa lagi. Yang penting dekat tempat kerja dan harga sewanya murah. Jangan ada permainan. Jadi, kita sanggup pindah," ujarnya.
Dari pantauan Kompas.com, petugas keamanan di Balaikota tidak membolehkan warga masuk ke kantor Jokowi. Oleh sebab itu, warga pun menggelar demonstrasi di luar gerbang. Warga yang terdiri dari ibu-ibu dan bapak-bapak itu membentangkan spanduk berisi tuntutan sambil melakukan orasi politiknya menggunakan pengeras suara.
Waduk Pluit Berubah, Masih ada Warga Nekat Mematok Lahan
JAKARTA, KOMPAS.com-Penataan Waduk Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, menunjukkan kemajuan. Di sisi barat waduk hampir sebagian besar bangunan yang ada sudah dibongkar. Aktivitas pengerukan lumpur terus berjalan di area waduk, sementara jalan inspeksi di sekitar waduk mulai bisa dipakai.
”Bisa dilihat, selalu ada perkembangan proyek normalisasi. Pekerjaan perlu dipantau terus. Ini yang disebut manajemen kontrol,” kata Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, Senin (3/6/2013), saat mengunjungi Waduk Pluit, Jakarta Utara.
Add caption |
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo saat mengontrol proses normalisasi Waduk Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, Senin (3/6/2013) |
Gubernur Jokowi tetap dengan tekadnya mengembalikan fungsi waduk sebagai kawasan resapan air. Tidak hanya itu, normalisasi waduk bisa dipakai untuk keperluan wisata. ”Kedalaman waduk akan kami kembalikan 10 sampai 15 meter,” katanya.
Untuk mempercepat pengerjaan tersebut, Pemprov DKI Jakarta berencana menambah alat berat. Alat itu untuk mengangkat timbunan sampah dan lumpur yang membuat waduk jadi dangkal. ”Keberadaan waduk ini akan sia-sia jika dibiarkan saja,” kata Jokowi.
Saat ini jalan inspeksi di sepanjang bibir waduk sudah membentang sepanjang 700 meter dari target sementara ini 2 kilometer. Jalan tersebut dibuat dengan konstruksi beton yang dikerjakan satu bulan lalu. Kawasan waduk mulai dari sisi selatan hingga barat juga lebih tampak terbuka jika dilihat dari Jalan Pluit Timur Raya dibanding sebelumnya yang dipenuhi hunian warga penggarap.
Setiap hari, tak kurang dari 80 personel kepolisian menjaga area itu. Mereka mendirikan posko keamanan di sisi barat dan selatan waduk.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Alat dan Perbekalan Sisca Herawati mengatakan, pengerukan waduk masih menggunakan dana dari tanggung jawab sosial perusahaan. ”Dana dari Dinas Pekerjaan Umum belum dipakai. Kami baru akan membuka lelang proyek setelah perubahan anggaran pendapatan dan belanja daerah,” kata Sisca
Tetap bertahan
Warga di area waduk yang belum direlokasi masih bertahan di tempat itu. Berdasarkan pengamatan Kompas di kampung Taman Burung yang berada di sisi barat waduk, sebagian warga tetap membangun rumah. Beberapa warga malah menunjukkan patok-patok dari bambu yang menjadi pembatas lahan yang akan digarap warga pendatang.
”Kalau memang tanah ini mau digusur, mengapa masih ada orang yang berani matok-matok lahan di sini. Ke mana orang pemerintahnya,” kata seorang warga yang enggan menyebutkan nama untuk menghindari konflik dengan sesama warga.
Rianto (40), warga Taman Burung yang sudah lebih dulu direlokasi ke Rusunawa Marunda, juga mengatakan hal serupa. Menurut dia, ada saja warga yang terus berusaha mengokupasi lahan di kawasan waduk yang belum dibebaskan pemerintah.
Camat Penjaringan Rusdiyanto mengaku, pihaknya sudah rutin menertibkan warga yang masih tetap berusaha mematok-matok lahan di kawasan waduk yang belum dibebaskan.
”Sudah setiap minggu kami keliling waduk membersihkan patok-patok yang dibuat warga untuk membatasi lahan. Namun ya seperti itu, warga tetap tidak peduli,” katanya.
Menurut Rusdiyanto, sesuai arahan Jokowi, agar aparat pemerintah tidak bosan menertibkan warga yang membandel.
”Makanya, setiap minggu kami selalu kontrol kawasan waduk,” katanya. (NDY/MDN)
Untuk mempercepat pengerjaan tersebut, Pemprov DKI Jakarta berencana menambah alat berat. Alat itu untuk mengangkat timbunan sampah dan lumpur yang membuat waduk jadi dangkal. ”Keberadaan waduk ini akan sia-sia jika dibiarkan saja,” kata Jokowi.
Saat ini jalan inspeksi di sepanjang bibir waduk sudah membentang sepanjang 700 meter dari target sementara ini 2 kilometer. Jalan tersebut dibuat dengan konstruksi beton yang dikerjakan satu bulan lalu. Kawasan waduk mulai dari sisi selatan hingga barat juga lebih tampak terbuka jika dilihat dari Jalan Pluit Timur Raya dibanding sebelumnya yang dipenuhi hunian warga penggarap.
Setiap hari, tak kurang dari 80 personel kepolisian menjaga area itu. Mereka mendirikan posko keamanan di sisi barat dan selatan waduk.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Alat dan Perbekalan Sisca Herawati mengatakan, pengerukan waduk masih menggunakan dana dari tanggung jawab sosial perusahaan. ”Dana dari Dinas Pekerjaan Umum belum dipakai. Kami baru akan membuka lelang proyek setelah perubahan anggaran pendapatan dan belanja daerah,” kata Sisca
Tetap bertahan
Warga di area waduk yang belum direlokasi masih bertahan di tempat itu. Berdasarkan pengamatan Kompas di kampung Taman Burung yang berada di sisi barat waduk, sebagian warga tetap membangun rumah. Beberapa warga malah menunjukkan patok-patok dari bambu yang menjadi pembatas lahan yang akan digarap warga pendatang.
”Kalau memang tanah ini mau digusur, mengapa masih ada orang yang berani matok-matok lahan di sini. Ke mana orang pemerintahnya,” kata seorang warga yang enggan menyebutkan nama untuk menghindari konflik dengan sesama warga.
Rianto (40), warga Taman Burung yang sudah lebih dulu direlokasi ke Rusunawa Marunda, juga mengatakan hal serupa. Menurut dia, ada saja warga yang terus berusaha mengokupasi lahan di kawasan waduk yang belum dibebaskan pemerintah.
Camat Penjaringan Rusdiyanto mengaku, pihaknya sudah rutin menertibkan warga yang masih tetap berusaha mematok-matok lahan di kawasan waduk yang belum dibebaskan.
”Sudah setiap minggu kami keliling waduk membersihkan patok-patok yang dibuat warga untuk membatasi lahan. Namun ya seperti itu, warga tetap tidak peduli,” katanya.
Menurut Rusdiyanto, sesuai arahan Jokowi, agar aparat pemerintah tidak bosan menertibkan warga yang membandel.
”Makanya, setiap minggu kami selalu kontrol kawasan waduk,” katanya. (NDY/MDN)
Sumber: www.kompas.com
0 comments:
Posting Komentar