A. Pengertian dan Komponen Budaya Politik
Peran dari budaya politik itu sendiri sebagai suatu bikai dan keyakinan bersama tentang sistem politik untuk memengaruhi proses-proses politik serta perspektif masyarakat tentang dunia politik. Nilai tertinggi pada sebagian budaya politik terletak pada kebebasan individu, tetapi terdapat pula budaya politik yang menempatkan nilai tertinggin pada solidaritas masyarakat.
Komponen penting dalam sistem politik menurut Prof. M. Miriam Budiarj, M.A. adalah budaya politik yang mencerminkan faktor subjektif. Sementara itu, Gabriel Almond dan Sydney mengatakan bahwa terdapat lima dimensi penting budaya politik, antara lain:
1. Identitas nasional seseorang,
2. Sikap terhadap diri sendiri sebagai perserta dalam kehidupan, politik,
3. Sikap terhadap sesama warga negara,
4. Sikap dan harapan mengenai kinerja pemerintah, dan
5. Sikap dan pengetahuan tentang proses politik pengambilan keputusan.
Budaya politik yang dianut oleh masyarakat Indonesia pada umumnya bersifat dualitis yang berkaitan dengan tiga hal, yaitu:
1. Dualisme antara kebudayaan yang berfokus pada perspektif harmonis.
2. Dualisme antara budaya yang mengizinkan keleluasan dengan budaya yang mengutamakan keterbatasan.
3. Dualisme sebagai konsekuensi dari adanya infiltrasi nilai-nilai budaya Barat ke dalam masyarakat Indonesia.
1. Pengertian Budaya Politik
Secara harfiah kata budaya berasal dari bahasa Sansekerta yakni budhayah atau bentuk jamak dari budhi yang berarti akal. Cicir dari budaya antara ain dapat dipelajari, diwariskan dan diteruskan, hidup dalam masyarakat, dikembangkan dan berubah, serta terintegrasi. Sementara itu, kata politik berasal dari bahasa Yunani, yaitu polis, yang berarti negara atau kota. Keberagaman definisi tersebut dapat dilihat sebagai berikut.
a) G. A. Almond dan S. Verba (1990)menyatakan bahwa budaya politik merupakan orientasi dan sikap individu terhadap sistem politik dan bagian-bagiannya, juga sikap individu terhadap peranannya sendiri dalam system politik tersebut.
b) N. Marbun (2005) menulis bahwa budaya politik adalah pandangan politik yang memengaruhi sikap, orientasi, dan pilihan politik seseorang.
c) Larry Diamond (2003) menyebutkan bahwa budaya politik adalah keyakinan, sikap, nilai, ide-ide, sentimen, dan evaluasi masyarakat tentang sistem politik nasionalnya dan peran masing-masing individu dalam sistem itu.
d) Prof. Dr. H. Rusadi Kantaprawira, S.H. mendefinisikan budaya politik sebagai pola tingkah laku individu dan orientasi terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik.
e) Austin Ranney mengartikan budaya politik sebagai seperangkat pandangan-pandangan tentang politik dan pemerintahan yang dipegang secara bersama-sama atau sebuah pola orientasi-orientasi terhadap objek-objek politik.
2. Komponen Budaya Politik
a. Orienasi Warga Negara terhadap Sistem Politik
Almond dan Verba (1990) mengklasifikasikan komponen budaya politik menjadi tiga bentuk orientasi. Ketiga komponen tersebut antara lain sebagai berikut.
1) Orientasi yang bersifat kognitif adalah komponen yang meliputi pegetahuan/pemahaman dan keyakinan-keyakinan individu tentang sistem politik dan atributnya.
2) Orientasi yang bersifat afektif adalah kompnen yang menyangkut perasaan-perasaan atau ikatan emosional yang dimiliki oleh individu terhadap sistem politik.
3) Orientasi yang bersifat evaluative adalah komponen yang menyangkut kapasitas individu dalam rangka memberikan penilaian terhadap sistem politik yang sedang berjalan dan bagaimana peran individu di dalamnya.
b. Objek Politik
Objek politik merupakan sasaran dari orientasi warga maka terdapat tiga jenis objek politik yang berkembang, diantaranya:
· Objek politik umum
Berkaitan dengan unsur politik secara menyeluruh.
· Objek politik input
Objek politik yang berperan dalam memberikan masukan terhadap proses politik yang termasuk proses input dalam sistem politik adaah lembaga atau pranata politik.
· Objek politk output
Merupakan hasil proses politik yang termasuk dalam objek politik output adalah output dari sistem politik.
3. Tipe-Tipe Budaya Politik
1) Tipe Budaya Politik yang Berkembang dalam Masyarakat
Menurut Almond dan Verba, terdapat tiga tipe budaya politik ang berkembang dalam suatu masyarakat/bangsa, yaitu sebagai berikut.
a. Budaya Politik Parokial (Parochial Political Culture)
Budaya politik parochial harid ketika warga tidak tahu mengenai pemerintah dan kebijakan-kebijakan pemerintah, serta tidak melihat diri mereka terlibat dalam proses politik (do not know and do not act). Budaya politi parochial ini merupakan budaya politik saat partisipasi warga masyarakat terhadap politik masih sangat rendah. Biasanya budaya politik parochial terjadi dalam wilayah kecil atau sempit. Ciri budaya politik parochial antara lain:
a) Rendahnya dukungan terhadap pemerintah.
b) Adanya kedekatan warga dengan suku-suku mereka, daerah, agama, atau kelompok etnis.
c) Memandang keberhasilan dengan pesimitis sehingga dukungan terhadap pemerintah rendah.
b . Budaya Politik Subjek (Subject Political Culture)
Budaya politik subjek adalah budaya politik yang terjadi ketika warga negara telah memiliki pengetahuan mengenai pemerintah beserta kebijakannya namun belum memiliki orientasi untuk terlibat atau berpartisipasi secara aktif dalam proses politik. Cirri-ciri yang terdapat dalam budaya politik subjek, antara lain:
a) Adanya dukungan yang tinggi terhadap pemerintah.
b) Terdapat lebih banyak kepercayaan terhadap grup-grup lain dala masyarakat, dibandingkan pada budaya politik parochial.
c) Para warga, tetap tidak melihat diri mereka sendiri sebagai peserta aktif yang akan memengaruhi politik.
c. Budaya Politik Partisipan (Participan Political Culture)
Masyarakat telah menyadari kehadiran pemerintahan, proses input politik, output dari pemerintah, bahkan masyarakat telah berperan aktif dalam memberikan pandangannya terhadap proses politik melalui organsasi kepentingan atau partai politik. Cirri-ciri politik partisipan antara lain:
a. Serupa dengan budaya politik subjek dalam hal pengakuan dan penerimaan legitimasi pemerintah.
b. Kebanyakan orang dalam masyarakat menerima aturan yang sama untuk mendapatkan dan memindahkan kekuasaan (misalnya melalui pemilu).
c. Tingkat keyakinan warga bahwa tindakan mereka berpengaruh dalam kebijakan politik sangat tinggi.
2) Model Kebudayaan Politik
Almond dan Verba, Mochtas Masoed dan Colin MacAndrews menyebutkan adanya tiga model kebudayaan politik sebagai berikut.
a. Masyarakat Demokratis Industrial
Pada model ini terdiri dari aktivis politik dan kritiku politik. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah masyarakat yang berbudaya politik partisipan mencapai 40-60% dari penduduk dewasa, terdiri dari para aktivis dan peminat politik yang kritis mendiskusikan masalah-masalah kemasyarakatan dan pemerintahan. Smentara itu, jumlah yang berbudaya politik subjek kurang lebih 30% sedangkan jumlah yang berbudaya politik parochial sekitar 10%.
b. Masyarakat dengan Sistem Politik Otoriter
Pada model ini, seagian masyarakatnya berbudaya politim subjek yang pasif, tunduk terhadap peraturan, tetapi tidak melibatkan diri dalam berbagai kegiatan politik. Kelompok partisipan berasal dari mahasiswa, kaum intelektual, pengusaha, dan tuan rumah. Kaum parokial terdiri dari para petani dan buruh tani yang hidup dan bekerja di perkebunan-perkebunan.
c. Masyaraat Demokratis Praindustrial
Dalam model ini, sebagian bear warga negaranya menganut budaya politik parokial. Mereka hidup di pedesaan dan tuna aksara. Pengetahuan dan keterlibatan mereka dalam kehidupan politik sangan kecil. Jumlah kelompok partisipan sangat sedikit, biasanya terdiri atas professional terpelajar, usahawan, dan tuan rumah.
B. Budaya Politik Indonesia
1. Pandangan Mengenai Budaya Politik Indonesia
a. Menurut Nazarudin Sjamsuddin, budaya politik di Indonesia tercermin dari Bhineka Tunggal Ika. Hal ini karena dalam sbuah budaya politik, ciri utama yang menjadi identitas adalah sesuatu nilai atau orientasi yang menonjol dan diakui oleh masyarakat atau bangsa secara keseluruhan.
b. Menurut Affan Gaffar, sangat sulit untuk mengidentifikasi budaya politik Indonesia. Oleh karena itu, salah satu hal yang dapat dilakukan adalah menggambarkan pola budaya politik dominan. Budaya politik dominan ini berasal dari kelompok etnis dominan, yakni etnis Jawa.
c. Menurut Herbert Feith, terdapat dua budaya politik dominan di Indonesia yaitu aristokrasi-Jawa dan wiraswasta-Islam. Aristokrasi-Jawa merupakan budaya politik mayoritas masyarakat Jawa. Warga dengan budaya politik wiraswasta-Islam terpencar secara wilayah dan kelas sosial, termasuk para santri di awa Timur dan Tengah dan anggota komunitas Islam.
2. Ciri Dominan Budaya Politik Indonesia
Budaya politik Indonesia saat ini adalah campuran dari parokial, subjek, dan partisipan. Dari segi budaya politik partisipan, semua ciri-cirinya sudah terjadi di Indonesia dan ciri-ciri budaya politik parokial juga ada yang memenuhi yaitu seperti berlangsungnya pada masyarakat tradisional dan pada budaya politik subjek ada yang memenuhi seperti warga ada yang menyadari sepenuhnya otoritas pemerintah.
Affan Gaffar berpendapat bahwa budaya politik Indonesia memiliki tiga ciri dominan yaitu sebagai berikut.
a. Adanya Hierarki yang Kuat/Ketat
Penguasa memandang dirinya sendiri serta rakyatnya. Penguasa cenderung melihat dirinya sebagai guru/pamong dari rakyat. Sebaliknya, penguasa cenderung merendahkan rakyatnya, memandang sepantasnya rakyat patuh dan taat kepada penguasa karena penguasa pemurah dan pelindung.
b. Adanya Kecenderungan Patronase (Perlindungan)
Salah satu budaya politik yang menonjol di Indonesia adalah hubungan patronase. Sang patron memiliki kekuasaan, kedudukan, jabatan, perlindungan, perhatan, bahka materi (harta, uang, dan lainnya). Adapun klien memiliki tenaga, dukungan, dan kesetiaan.
c. Adanya Kecenderungan Neo-patrimonialistik
Menurut Max Weber, dalam negara yang petrimonialistik, penyelenggaraan pemerintah berada di bawah control langsung pemimpin negara.
C. Sosialisasi Politik dalam Pengembangan Budaya Politik
1. Pengertian Sosialisasi Politik
a. Kenneth P. Langton menyatakan bahwa sosialisasi politik adalah cara masyarakat meneruskan kebudayaan politiknya.
b. Gabriel Almond menyatakan bahwa sosialisasi politik merajuk proses di mana sikap-sikap politik dan pola-pola tingkah laku politik diperoleh atau dibentuk, sarana bagi suatu generasi untuk menyampaikan patokan-patokan politik dan keyakinan-keyakinan politik kepada generasi berikutnya.
c. Richard E. Dawson menyatakan bahwa sosialisasi politik dapat dipandang sebagai suatu pewarisan pengetahuan, nilai-nilai, dan pandangan-pandangan politik dari orang tua, guru, dan sarana-sarana sosialisasi yang lainnya kepada warga negara baru dan mereka yang menginjak dewasa.
d. Ramlan Surbakti menyatakan bahwa sosialisasi politik merupakan proses pembentukan sikap dan orientasi politik anggota masyarakat.
Berdasarkan berbagai pengertian mengenai sosialisasi politik di atas, kita dapat melihat bahwa hakikatnya, sosialisasi politik adalah suatu proses untuk memasyrakatkan nilai-nilai atau budaya politik ke dalam suatu masyarakat.
2. Pembagian Sosialisasi Politik
Ramlan Surbakti (2010) membagi sosialisasi politik dalam dua bagian berdasarkan metode penyampaian pesan yaitu sebagai berikut.
a. Pendidikan Politik
Pendidikan politik merupakan proses dialogis diantara pemberi dan penerima pesan. Melalui proses ini,para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya dari berbagai pihak dalam sistem.
b. Indoktrinasi Politik
Indoktrinasi politik merupakan proses sepihak ketika penguasa memobilisasi dan memanipulasi warga masyarakat untuk menerima nilai, norma dan simbol yang dianggap penguasa sebagai ideal dan baik.
3. Lembaga Sarana atau Agen Sosialisasi Politik
a. Keluarga
Pembentukan nilai-nilai politik individu mulai terjadi di dalam keluarga. Di keluarga ditanamkan juga kaidah-kaidah yang harus dipatuhi oleh anak serta nilai-nilai dan keyakinan politik dari kedua orang tua. Selain itu, anak juga belajar bersikap terhadap kekuasaan dan membuat keputusan bersama. Apabila diajarkan berbagai kecakapan untuk melakukan interaksi politik, kelak anak dapat menggunakan kecakapan tersebut untuk berpartisipasi aktif dalam sistem politik. Sebaliknya, jika ditanamkan sikap kepatuhan yang kuat dan ketat, terdapat kemungkinan anak akan takut mengambi inisiatif dalam kehidupan.
b. Sekolah
Sekolah member pengetauan kepada peserta didiknya mengenai dunia politik dan peran mereka di dalamnya. Sekolah dapat menjadi tempat para peserta didik belajar mengenai pemerintahan. Peserta didik juga dapat dilatih berorganisasi dan memimpin.
c. Kelompok Pergaulan
Dalam kelompok pergaulan, setiap anggota mempunyai kedudukan relatif sama dan saling memiliki ikatan erat. Seseorang dapat melalukan tindakan tertentu karena temen-teman di dalam kelompoknya melakukan tindakan tersebut.
d. Tempat Bekerja
Seseorang dapat mengidentifikasi dirinya dengan kelompok tertentu dan menggunakan kelompok acuan (reference) dalam kehidupan politik. Bagi para anggotanya, organisasi juga dapat berfungsi sebagai penyuluh di bidang politik. Secara tidak langsung, para anggota akan belajar tentang cara-cara hidup dalam suatu organisasi. Pengetahuan itu akan bermanfaat dan berpengaruh ketika mereka terjun ke dunia politik.
e. Media Massa
Informasi tentang berbagai peristiwa yang terjadi di dunia segera menjadi pengetahuan umumdalam hitungan jam bahkan menit. Oleh karena itu, media massa baik surat kabar, majalah, radio, televise, dan internet memegang peranan penting. Melalui berbagai saran tersebut, masyarakat dapat memperoleh pengetahuan dan informasi tentang politik secara cepat.
0 comments:
Posting Komentar