Bacaan sholawat, atau doa dan pujian yang kita panjatkan kepada Allah untuk Nabi kita, Rasulullah SAW. ada banyak macamnya. Dari yang diajarkan Nabi sendiri hingga yang digubah oleh para ulama. Salah satunya adalah “Shalawat Asyghil“. Sholawat ini dahulu amat akrab di telinga kaum muslimin karena sering terdengar dari masjid-masjid dan mushola-mushola menjelang Maghrib. Selain itu, langgam pengucapan sholawat ini juga sangat enak didengar di telinga kita.
Sholawat ini menemukan momentum di kala kaum muslimin sedang dalam suasana genting. Isi dan sejarah Sholawat Asyghil (sibuk) akan kita cermati di bawah ini.
Konon Sholawat tersebut dipanjatkan oleh Imam Ja’far ash-Shadiq (wafat 138 H), salah seorang tonggak keilmuan dan spiritualitas Islam di awal masa keemasan umat Islam. Beliau hidup di akhir masa Dinasti Umawiyyah dan awal era Abbasiyyah yang penuh intrik dan konflik politik.
Bagi beliau, kekacauan politik tak boleh sampai mengganggu proses pelestarian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Saat itu, ilmu pengobatan, geografi, astronomi, kimia, sastra, mulai berkembang dan diminati. Maka di setiap Qunut, beliau berdo'a sebagaimana do'a yang ada dalam redaksi Sholawat tersebut .
Sholawat ‘Asyghil’ ini juga dikenal dengan sebutan Sholawat ‘Habib Ahmad bin Umar al-Hinduan Baalawy’ (wafat 1122 H). Dikarenakan sholawat ini tercantum di dalam kitab kumpulan sholawat beliau, ‘al-Kawakib al-Mudhi’ah Fi Dzikr al-Shalah Ala Khair al-Bariyyah’. Namun beliau hanya mencantumkan, bukan mengarang redaksinya.
Dan silsilah hingga kepada Beliau sebagai berikut:
Sulthān al-'Ulamā' al-Habīb Sālim ibn 'Abdullāh ibn 'Umar al-Syāthirī al-Tarīmī,
Dari al-'Allāmah al-Sayyid Musthafā ibn Ahmad al-Muhdhār,
Dari al-Imām al-Akbar al-'Ārif al-Asyhar al-Sayyid 'Aidrūs ibn 'Umar ibn 'Aidrūs al-Habsyī,
Dari al-'Allāmah al-Musnid al-Syaikh 'Abdullāh ibn Ahmad Bāsūdān al-Hadhramī,
Dari al-Sayyid al-Imām Hāmid ibn 'Umar Hāmid Bā'alawī al-Tarīmī,
Dari al-Imām Ahmad ibn 'Umar al-Hindwān
Sholawat ini pertama kalinya dipopulerkan di Indonesia melalui pemancar radio milik Yayasan Pesantren As-Syafi’iyyah yang diasuh ulama besar Betawi, almarhum KH Abdullah Syafi’i (wafat 1406 H). Sholawat ini dibawakan dengan nadzam (nada) yang sangat menyentuh hati, indah didengar dan terasa sejuk di hati pembaca dan pendengarnya.
Hikmahnya, seolah umat Islam tengah difilter dan diuji keimanannya. Rasa iman yang masih ada mendorong untuk melakukan “perlawanan” dalam setiap kedzaliman.
Salah satu senjata yang diandalkan oleh kaum muslimin adalah doa. Jangan remehkan doa kaum muslimin yang terdzalimi ditambah lagi dengan sholawat Nabi, menuntut Sang Pencipta untuk segera mengabulkannya.
Kuperhatikan, tak lama beredarnya anjuran untuk sholawat Asyghil, tokoh-tokoh yang selama ini getol ingin menyerang Islam (Islamophobia), selalu sibuk dengan aib-aibnya yang terbuka. Makar (konspirasi) untuk merusak dan memecah kekuatan kaum muslimin, langsung dibalas dengan tunai oleh Allah, dalam sebuah kegagalan konspirasi mereka.
Metode belah bambu, dengan meninggikan satu kelompok muslim dan menginjak kelompok muslim yang lain, selalu berakibat dengan terbongkarnya aib sang tokoh yang ditinggikan. Bahkan tak sedikit, followernya mulai cerdas dan meninggalkan pemimpin yang mulai asyik dengan godaan dunia. Bagi tokoh-tokoh yang “diinjak” selalu mendapat pembelaan umat dan semakin harum dengan keikhlasannya dalam dakwah Islam. Umat semakin tahu mana yang dakwah kepada Islam dan sebaliknya.
Ini lafadz Sholawat Agung tersebut
اللَّهُمَّصَلِّ عَلَي سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍوَأَشْغِلِ الظَّالِمِيْنَ بِالظَّالِمِيْنَ وَأَخْرِجْنَا مِنْ بَيْنِهِمْ سَالِمِيْنَوَعَلَي الِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
"Ya Allah, limpahkanlah Rahmat kepada junjungan kami Nabi Muhammad,
dan sibukkanlah orang-orang zhalim (agar mendapat kejahatan) dari orang zhalim lainnya,keluarkanlah kami dari kejahatan mereka dalam keselamatan dan berikanlah sholawat kepada seluruh keluarga Nabi serta para sahabat beliau."
Marilah kita bantu kaum muslim yang tengah terdzalimi. Kita amalkan sholawat ini, dan ketika membaca doa yang di tengahnya, maka bayangkanlah wajah-wajah pelaku kedzaliman tersebut. Insya Allah, perhatikan tak lama maka kita bisa saksikan ornag-orang tersebut saling bertikai dengan masalah-masalahnya sendiri saling menuding terlibat korupsi. Saling menuding menjadi pembohong dan ada saja masalah-masalah di antara mereka.
Ada juga yang menyebutnya dengan nama Sholawat Zhalimin, Sholawat Salimin, Sholawat Sibuk, Shalawat Mlipir, dan lain-lain.
Pada satu kesempatan Prof. K.H. Ali Yafie pernah ditanya, apa yang beliau ketahui tentang Sholawat ini. Menurut beliau, sholawat itulah yang digelorakan oleh Ulama-ulama Shūfī dunia Arab khususnya Iraq tatkala Iraq diluluh lantahkan oleh pasukan Mongol Hulagu Khan.
Sejarah mencatat, pada tahun 1258M, lebih dari 200 ribu tentara Mongol menyerbu Iraq serta menumbangkan kekuasaan Bani Abbasiyyah, bahkan khalifahnya yaitu Al-Mus’tasim dipenggal kepalanya.
Mengerikan sekali. Bukan hanya istana yang dihancurkan, tapi seluruh bangunan di Baghdad diratakan dengan tanah, seluruh warga kota dibunuh, kecuali segelintir yang berhasil meloloskan diri, semua buku-buku perpustakaan terbesar di dunia, dimusnahkan dan dibuang ke Sungai Tigris, sampai-sampai air sungai berwarna hitam oleh tintanya.
Praktis pada masa itu Asia Tengah dikuasai Mongol dan tentara Islam hancur. Di saat seperti itulah bangkit para pahlawan Tasawuf. Mereka mengorganisir kelompok-kelompok gerilyawan dan bersama Pasukan Mameluk dari Mesir, hingga berhasil membendung ekspansi Pasukan Mongol, bahkan untuk pertama kalinya mengalahkan mereka dalam pertempuran dahsyat yang dikenal sebagai Pertempuran Ain Jalut di Palestina pada 3 September 1260.
Sungguh Allah Maha Adil, Hulagu Khan yang menghancurkan kekhalifahan Islam dan kemudian mendirikan Dinasti Ilkhan, sang cucu Ahmad Teguder, yang menjadi raja ke-3 dinasti tersebut, justru memeluk Islam, sayang sekali ia hanya berkuasa selama dua tahun (1282-1284) karena dibunuh oleh saudaranya.
Alhamdulillah, Raja ke-7 yaitu Ghazan (1295-1304), memeluk Islam menjadi Mahmud Ghazan. Mulai periode kekuasaannyalah, posisi umat Islam kembali memperoleh keleluasaan, dan peradaban Islam dibangun kembali meski harus mulai dari nol lagi.
Dalam masa-masa kritis seperti itu, tatkala kekuatan militer secara formal tidak berfungsi, para pahlawan sufi tidak berpangku tangan, tapi terjun langsung ke masyarakat mengorganisir serta menggelorakan semangat juang sambil mengumandangkan shalawat ini.
Spirit dari redaksi Sholawat dan latar belakang kisahnya "klop" dengan kondisi Indonesia dewasa ini, orang-orang zhalim biarlah mereka bertarung dengan sesamanya, jangan sampai umat dan para Ulama menjadi korban mereka, seperti kata pepatah "Gajah Bertarung Sama Gajah Pelanduk Mati di Tengah-Tengah".
Sumber:
KH Yusuf S
0 comments:
Posting Komentar