Dukung Kami PKN4ALL Dengan Donasi di https://saweria.co/jokosan | Scan Barcode Di Samping | Kami PKN4ALL Besar Karena Dukungan Anda Semua. Terima Kasih!

Materi Sejarah 3c : Kerajaan-Kerajaan Hindu Budha Di Indonesia



Kerajaan-kerajaan Hindu Budha di Indonesia

1.Kerajaan Kutai (Hindu)
Kutai Martadipura adalah kerajaan bercorak Hindu di Nusantara yang memiliki bukti sejarah tertua. Berdiri sekitar abad ke-4. Kerajaan ini terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu sungai Mahakam Nama Kutai diberikan oleh para ahli mengambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang menunjukkan eksistensi kerajaan tersebut. Tidak ada prasasti yang secara jelas menyebutkan nama kerajaan ini dan memang sangat sedikit informasi yang dapat diperoleh.


Informasi yang ada diperoleh dari Yupa / prasasti dalam upacara pengorbanan yang berasal dari abad ke-4. Ada tujuh buah yupa yang menjadi sumber utama bagi para ahli dalam menginterpretasikan sejarah Kerajaan Kutai. Yupa adalah tugu batu yang berfungsi sebagai tiang untuk menambat hewan yang akan dikorbankan. Dari salah satu yupa tersebut diketahui bahwa raja yang memerintah kerajaan Kutai saat itu adalah Mulawarman. Namanya dicatat dalam yupa karena kedermawanannya menyedekahkan 20.000 ekor sapi kepada kaum brahmana.




2. Kerajaaan Taruma Negara (Hindu)
Tarumanagara atau Kerajaan Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-4 hingga abad ke-7 M. Taruma merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang meninggalkan catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan artefak di sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu Kerajaan Taruma adalah kerajaan Hindu beraliran Wisnu.

Prasasti yang ditemukan
Prasasti Kebon Kopi, dibuat sekitar 400 M (H Kern 1917), ditemukan di perkebunan kopi milik Jonathan Rig, Ciampea, Bogor

 Kebon Kopi (Tapak Gajah)


Prasasti Tugu, ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, sekarang disimpan di museum di Jakarta. Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati sepanjang 6112 tombak atau 12 km oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya.Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.

Prasasti Cidanghiyang atau Prasasti Munjul, ditemukan di aliran Sungai Cidanghiyang yang mengalir di Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten, berisi pujian kepada Raja Purnawarman.
Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor
Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor
Prasasti Jambu, Nanggung, Bogor
Prasasti Pasir Awi, Citeureup, Bogor

      Prasasti Pasir Awi

3. Kerajaamn Kalingga (Hindu-Budha)
Kalingga atau Ho-ling (sebutan dari sumber Tiongkok) adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu yang muncul di Jawa Tengah sekitar abad ke-6 masehi. Letak pusat kerajaan ini belumlah jelas, kemungkinan berada di suatu tempat antara Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Jepara sekarang. Sumber sejarah kerajaan ini masih belum jelas dan kabur, kebanyakan diperoleh dari sumber catatan China, tradisi kisah setempat, dan naskah Carita Parahyangan yang disusun berabad-abad kemudian pada abad ke-16 menyinggung secara singkat mengenai Ratu Shima dan kaitannya dengan Kerajaan Galuh. Kalingga telah ada pada abad ke-6 Masehi dan keberadaannya diketahui dari sumber-sumber Tiongkok. Kerajaan ini pernah diperintah oleh Ratu Shima, yang dikenal memiliki peraturan barang siapa yang mencuri, akan dipotong tangannya.

Pengaruh kerajaan kalingga sampai daerah selatan Jawa Tengah, terbukti diketemukannya prasasti Upit/Yupit yang diperkirakan pada abad 6-7 M. Disebutkan dalam prasasti tersebut pada wilayah Upit merupakan daerah perdikan yang dianugerahkan oleh Ratu Shima. Daerah perdikan Upit sekarang menjadi Ngupit. Kampung Ngupit adalah kampung yang berada di Desa Kahuman/Desa Ngawen, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten. Prasasti Upit/Yupit sekarang disimpan di kantor purbakala Jateng di Prambanan.


Prasasti yang di temukan :
Prasasti Tukmas
Prasasti Tukmas ditemukan di ditemukan di lereng barat Gunung Merapi, tepatnya di Dusun Dakawu, Desa Lebak, Kecamatan Grabag, Magelang di Jawa Tengah. Prasasti bertuliskan huruf Pallawa yang berbahasa Sanskerta. Prasasti menyebutkan tentang mata air yang bersih dan jernih. Sungai yang mengalir dari sumber air tersebut disamakan dengan Sungai Gangga di India. Pada prasasti itu ada gambar-gambar seperti trisula, kendi, kapak, kelasangka, cakra dan bunga teratai yang merupakan lambang keeratan hubungan manusia dengan dewa-dewa Hindu.[5]

Prasasti Sojomerto
Prasasti Sojomerto ditemukan di Desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Prasasti ini beraksara Kawi dan berbahasa Melayu Kuna dan berasal dari sekitar abad ke-7 masehi. Prasasti ini bersifat keagamaan Siwais. Isi prasasti memuat keluarga dari tokoh utamanya, Dapunta Selendra, yaitu ayahnya bernama Santanu, ibunya bernama Bhadrawati, sedangkan istrinya bernama Sampula. Prof. Drs. Boechari berpendapat bahwa tokoh yang bernama Dapunta Selendra adalah cikal-bakal raja-raja keturunan Wangsa Sailendra yang berkuasa di Kerajaan Mataram Hindu. Kedua temuan prasasti ini menunjukkan bahwa kawasan pantai utara Jawa Tengah dahulu berkembang kerajaan yang bercorak Hindu Siwais. Catatan ini menunjukkan kemungkinan adanya hubungan dengan Wangsa Sailendra atau kerajaan Medang yang berkembang kemudian di Jawa Tengah Selatan.

Prasasti Upit (disimpan di Kantor/Dinas Purbakala Jateng di Prambanan Klaten)
Kampung Ngupit merupakan daerah perdikan, yang dianugerahkan oleh Ratu Shima. Ngupit terletak di Desa Kahuman/Desa Ngawen, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten. Prasasti tersebut semula dijadikan alas/bancik padasan tempat untuk wudlu' di Masjid Sogaten, Desa Ngawen. Dan sejak tahun 1992 sudah disimpan di Kantor Purbakala Jawa tengah di Prambanan.

4.Kerajaan Mataram(Hindu)
Kerajaan Medang (atau sering juga disebut Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram Hindu) adalah nama sebuah kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8, kemudian berpindah ke Jawa Timur pada abad ke-10. Para raja kerajaan ini banyak meninggalkan bukti sejarah berupa prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta membangun banyak candi baik yang bercorak Hindu maupun Buddha. Kerajaan Medang akhirnya runtuh pada awal abad ke-11.

Peninggalan sejarah
Selain meninggalkan bukti sejarah berupa prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, Kerajaan Medang juga membangun banyak candi, baik itu yang bercorak Hindu maupun Buddha. Temuan Wonoboyo berupa artifak emas yang ditemukan tahun 1990 di Wonoboyo, Klaten, Jawa Tengah; menunjukkan kekayaan dan kehalusan seni budaya kerajaan Medang.

Candi-candi peninggalan Kerajaan Medang antara lain, Candi Kalasan, Candi Plaosan, Candi Prambanan, Candi Sewu, Candi Mendut, Candi Pawon, Candi Sambisari, Candi Sari, Candi Kedulan, Candi Morangan, Candi Ijo, Candi Barong, Candi Sojiwan, dan tentu saja yang paling kolosal adalah Candi Borobudur. Candi megah yang dibangun oleh Sailendrawangsa ini telah ditetapkan UNESCO (PBB) sebagai salah satu warisan budaya dunia.

5. Kerajaan Sriwijaya (Budha)
Sriwijaya adalah salah satu kemaharajaan bahari yang pernah berdiri di pulau Sumatera dan banyak memberi pengaruh di Nusantara dengan daerah kekuasaan berdasarkan peta membentang dari Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa Barat dan kemungkinan Jawa Tengah. Dalam bahasa Sanskerta, sri berarti "bercahaya" atau "gemilang", dan wijaya berarti "kemenangan" atau "kejayaan", maka nama Sriwijaya bermakna "kemenangan yang gilang-gemilang". 

Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan.Selanjutnya prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh 682.

Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap daerah bawahannya mulai menyusut dikarenakan beberapa peperangan di antaranya tahun 1025 serangan Rajendra Chola I dari Koromandel, selanjutnya tahun 1183 kekuasaan Sriwijaya di bawah kendali kerajaan Dharmasraya.

 

Warisan sejarah
Busana gadis penari Gending Sriwijaya yang raya dan keemasan menggambarkan kegemilangan dan kekayaan Sriwijaya. Meskipun Sriwijaya hanya menyisakan sedikit peninggalan arkeologi dan keberadaanya sempat terlupakan dari ingatan masyarakat pendukungnya, penemuan kembali kemaharajaan bahari ini oleh Coedès pada tahun 1920-an telah membangkitkan kesadaran bahwa suatu bentuk persatuan politik raya, berupa kemaharajaan yang terdiri atas persekutuan kerajaan-kerajaan bahari, pernah bangkit, tumbuh, dan berjaya pada masa lalu.

Pada abad ke-14 meskipun pengaruhnya telah memudar, wibawa dan gengsi Sriwijaya masih digunakan sebagai sumber legitimasi politik. Sang Nila Utama yang mengaku sebagai keturunan bangsawan Sriwijaya dari Bintan, bersama para pengikut dan tentaranya yang terdiri dari Orang Laut, telah mendirikan Kerajaan Singapura di Tumasik. Menurut Sejarah Melayu dan catatan sejarah China yang ditulis Wang Ta Yuan, disebutkan bahwa Kerajaan Siam sempat menyerang kerajaan Singapura pada kurun tahun 1330 hingga 1340. Serangan Siam ini berhasil dipukul mundur. Akan tetapi serangan Majapahit pada penghujung abad ke-14 telah meruntuhkan kerajaan ini. Akibatnya rajanya yang terakhir, Parameswara, terpaksa melarikan diri ke Semenanjung Melayu. Parameswara kemudiannya mendirikan Kesultanan Melaka pada tahun 1402.[59] Kesultanan Melayu Melaka akhirnya menggantikan kedudukan Sriwijaya sebagai kuasa politik Melayu utama di kawasan.

Warisan terpenting Sriwijaya mungkin adalah bahasanya. Selama berabad-abad, kekuatan ekononomi dan keperkasaan militernya telah berperan besar atas tersebarluasnya penggunaan Bahasa Melayu Kuno di Nusantara, setidaknya di kawasan pesisir. Bahasa ini menjadi bahasa kerja atau bahasa yang berfungsi sebagai penghubung (lingua franca) yang digunakan di berbagai bandar dan pasar di kawasan Nusantara.[65] Tersebar luasnya Bahasa Melayu Kuno ini mungkin yang telah membuka dan memuluskan jalan bagi Bahasa Melayu sebagai bahasa nasional Malaysia, dan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu Indonesia modern. Adapun Bahasa Melayu Kuno masih tetap digunakan sampai pada abad ke-14 M.

Di samping Majapahit, kaum nasionalis Indonesia juga mengagungkan Sriwijaya sebagai sumber kebanggaan dan bukti kejayaan masa lampau Indonesia.[67] Kegemilangan Sriwijaya telah menjadi sumber kebanggaan nasional dan identitas daerah, khususnya bagi penduduk kota Palembang, Sumatera Selatan. Keluhuran Sriwijaya telah menjadi inspirasi seni budaya, seperti lagu dan tarian tradisional Gending Sriwijaya. Hal yang sama juga berlaku bagi masyarakat selatan Thailand yang menciptakan kembali tarian Sevichai yang berdasarkan pada keanggunan seni budaya Sriwijaya.

Di Indonesia, nama Sriwijaya telah digunakan dan diabadikan sebagai nama jalan di berbagai kota, dan nama ini juga digunakan oleh Universitas Sriwijaya yang didirikan tahun 1960 di Palembang. Demikian pula Kodam II Sriwijaya (unit komando militer), PT Pupuk Sriwijaya (Perusahaan Pupuk di Sumatera Selatan), Sriwijaya Post (Surat kabar harian di Palembang), Sriwijaya TV, Sriwijaya Air (maskapai penerbangan), Stadion Gelora Sriwijaya, dan Sriwijaya Football Club (Klab sepak bola Palembang). Semuanya dinamakan demikian untuk menghormati, memuliakan, dan merayakan kemaharajaan Sriwijaya yang gemilang. Pada tanggal 11 November 2011 digelar upacara pembukaan SEA Games 2011 di Stadion Gelora Sriwijaya, Palembang. Upacara pembukaan ini menampilkan tarian kolosal yang bertajuk "Srivijaya the Golden Peninsula" menampilkan tarian tradisional Palembang dan juga replika ukuran sebenarnya perahu Sriwijaya untuk menggambarkan kejayaan kemaharajaan bahari ini

6.Kerajaan Medang (Hindu)

Letak Geografis
Kerajaan Medang Kamulan didirikan oleh Mpu Sindok setelah memindahkan pusat pemerintahannya dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Letak Medang Kamulan berdsarakan prasasti terletak di muara Sungai Brantas, dengan ibu kotanya bernama Watan Mas.

A. Prasasti
Prasasti-prasasti yang menerangkan Kerajaan Medang Kamulan adalah sebagai berikut :
Prasasti Mpu Sindok dari Desa Tangeran (daerah Jombang, Jawa Timur) tahun 933 M yang menyatakan bahwa Raja Mpu Sindok memerintah bersama permaisurinya Sri Wardhani Pu Kbin,
Prasasti Mpu Sindok dari daerah Bangil yang menyatakan bahwa Raja Mpu Sindok memerintahkan pembuatan satu candi sebagai tempat pendarmaan ayahnya dari permaisurinya (Rakyan Bawang).
Prasasti Mpu Sindok dari Lor (dekat Nganjuk) tahun 939 M yang menyatakan bahwa Raja Mpu Sindok memerintahkan pembuatan candi yang bernama Jayamrata dan Jayastambho (tugu kemenangan) di Desa Anyok Lodang.
Prasasti Calcuta, prasasti dari Raja Airlangga yang menyebutkan silsilah keturunan dari Mpu Sindok.

7. Kerajaan Kahuripan (Hindu)

Runtuhnya Kerajaan Medang
Raja Kerajaan Medang yang terakhir bernama Dharmawangsa Teguh, saingan berat Kerajaan Sriwijaya. Pada tahun 1006 Raja Wurawari dari Lwaram (sekutu Sriwijaya) menyerang Watan, ibu kota Kerajaan Medang, yang tengah mengadakan pesta perkawinan. Dharmawangsa Teguh tewas, sedangkan keponakannya yang bernama Airlangga lolos dalam serangan itu.

Airlangga adalah putera pasangan Mahendradatta (saudari Dharmawangsa Teguh) dan Udayana raja Bali. Ia lolos ditemani pembantunya yang bernama Narotama. Sejak saat itu Airlangga menjalani kehidupan sebagai pertapa di hutan pegunungan (wonogiri).

Airlangga Mendirikan Kerajaan
Pada tahun 1009, datang para utusan rakyat meminta agar Airlangga membangun kembali Kerajaan Medang. Karena kota Watan sudah hancur, maka, Airlangga pun membangun ibu kota baru bernama Watan Mas di dekat Gunung Penanggungan.

Pada mulanya wilayah kerajaan yang diperintah Airlangga hanya meliputi daerah Gunung Penanggungan dan sekitarnya, karena banyak daerah-daerah bawahan Kerajaan Medang yang membebaskan diri. Baru setelah Kerajaan Sriwijaya dikalahkan Rajendra Coladewa raja Colamandala dari India tahun 1023. Airlangga merasa leluasa membangun kembali kejayaan Wangsa Isyana.

Nama Kahuripan inilah yang kemudian lazim dipakai sebagai nama kerajaan yang dipimpin Airlangga, sama halnya nama Singhasari yang sebenarnya cuma nama ibu kota, lazim dipakai sebagai nama kerajaan yang dipimpin Kertanagara.

Pusat kerajaan Airlangga kemudian dipindah lagi ke Daha, berdasarkan prasasti Pamwatan, 1042 dan Serat Calon Arang.

Kahuripan sebagai ibu kota Janggala
Pada akhir pemerintahannya, Airlangga berhadapan dengan masalah persaingan perebutan takhta antara kedua putranya. Calon raja yang sebenarnya, yaitu Sanggramawijaya Tunggadewi, memilih menjadi pertapa dari pada naik takhta.

Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membagi kerajaannya menjadi dua, yaitu bagian barat bernama Kadiri beribu kota di Daha, diserahkan kepada Sri Samarawijaya, serta bagian timur bernama Janggala beribu kota di Kahuripan, diserahkan kepada Mapanji Garasakan.


Setelah turun takhta, Airlangga menjalani hidup sebagai pertapa sampai meninggal sekitar tahun 1049.


8. Kerajaan Kediri (Hindu)
Kerajaan Kadiri atau Kediri atau Panjalu, adalah sebuah kerajaan yang terdapat di Jawa Timur antara tahun 1042-1222. Kerajaan ini berpusat di kota Daha, yang terletak di sekitar Kota Kediri sekarang.

Nama "Kediri" atau "Kadiri" sendiri berasal dari kata Khadri yang berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti pohon pacé atau mengkudu (Morinda citrifolia). Batang kulit kayu pohon ini menghasilkan zat perwarna ungu kecokelatan yang digunakan dalam pembuatan batik, sementara buahnya dipercaya memiliki khasiat pengobatan tradisional.

 Karya sastra yang telah ditulis
Seni sastra mendapat banyak perhatian pada zaman Kerajaan Panjalu-Kadiri. Pada tahun 1157 Kakawin Bharatayuddha ditulis oleh Mpu Sedah dan diselesaikan Mpu Panuluh. Kitab ini bersumber dari Mahabharata yang berisi kemenangan Pandawa atas Korawa, sebagai kiasan kemenangan Sri Jayabhaya atas Janggala.

Selain itu, Mpu Panuluh juga menulis Kakawin Hariwangsa dan Ghatotkachasraya. Terdapat pula pujangga zaman pemerintahan Sri Kameswara bernama Mpu Dharmaja yang menulis Kakawin Smaradahana. Kemudian pada zaman pemerintahan Kertajaya terdapat pujangga bernama Mpu Monaguna yang menulis Sumanasantaka dan Mpu Triguna yang menulis Kresnayana.

9. Kerajaan Singasari (Hindu)
Kerajaan Singhasari atau sering pula ditulis Singasari atau Singosari, adalah sebuah kerajaan di Jawa Timur yang didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222. Lokasi kerajaan ini sekarang diperkirakan berada di daerah Singosari, Malang.

Prasasti Mula Malurung
Mandala Amoghapāśa dari masa Singhasari (abad ke-13), perunggu, 22.5 x 14 cm. Koleksi Museum für Indische Kunst, Berlin-Dahlem, Jerman.
Penemuan prasasti Mula Malurung memberikan pandangan lain yang berbeda dengan versi Pararaton yang selama ini dikenal mengenai sejarah Tumapel.

Kerajaan Tumapel disebutkan didirikan oleh Rajasa yang dijuluki "Bhatara Siwa", setelah menaklukkan Kerajaan Kadiri. Sepeninggalnya, kerajaan terpecah menjadi dua, Tumapel dipimpin Anusapati sedangkan Kerajaan Kadiri dipimpin Bhatara Parameswara (alias Mahisa Wonga Teleng). Parameswara digantikan oleh Guningbhaya, kemudian Tohjaya. Sementara itu, Anusapati digantikan oleh Seminingrat yang bergelar Wisnuwardhana. Prasasti Mula Malurung juga menyebutkan bahwa sepeninggal Tohjaya, Kerajaan Tumapel dan Kerajaan Kadiri dipersatukan kembali oleh Seminingrat. Kerajaan Kadiri kemudian menjadi kerajaan bawahan yang dipimpin oleh putranya, yaitu Kertanagara

10. Kerajaan Majapahit (Hindu)
Asal mula berdirinya Kerajaan Majapahit yakni adanya serangan dari Jayakatwang (Adipati Kediri) yang berhasil membunuh Kertanegara (penguasa Kerajaan Singasari terakhir) akibat menolak pembayaran upeti. Kemudian Raden Wijaya (menantu Kertanegara) berhasil melarikan diri ke Madura untuk meminta perlindungan kepada Aryawiraraja. Raden Wijaya diberikan hutan Tarik oleh Aryawiraraja sebagai daerah kekuasaanya kemudian dijadikan desa baru yang diberi nama “Majapahit”. Majapahit sendiri berasal dari kata “buah maja” dan “rasa pahit”. 


Kerajaan Majapahit merupakan salah satu kerajaan Hindu di Jawa Timur yang didirikan oleh Raden Wijaya (1293 M). Kerajaan kuno di Indonesia ini berdiri pada tahun 1293-1500 Masehi. Kerajaan Hindu terakhir di Semenanjung Malaya ini dianggap sebagai salah satu negara tersbesar sepanjang sejarah Indonesia. Dimana wilayah kekuasaannya meliputi, Sumatera, Bali, Borneo, dan Filipina.
Kerajaan Majapahit mencapai puncak keemasannya berada dibawah kekuasaan Hayam Wuruk (1350-1389 M). Berdasarkan isi Kitab Negerakertagama, wilayah kekuasaan Majapahit pada masa itu hampir sama luasnya dengan wilayah Indonesia yang sekarang, bahkan pengaruh kerajaan Majapahit sampai ke negara-negara tetangga. Namun, terdapat satu daerah yang tidak tunduk pada kekuasaan Majapahit, yakni Kerajaan Sunda dengan penguasa Sri baduga Maharaja. Ketika Hayam Wuruk ingin menjadikan Diah Pitaloka (Putri Sri baduga Maharaja) sebagai permaisuri, Gajah Mada tidak menyetujuinya. Gajah Mada menginginkan putri Sri baduga Maharaja dipersembahkan kepada Majapahit sebagai upeti. Terjadilah salah paham yang melahirkan peperangan yang pada akhirnya Sri Baduga gugur dan putri Sunda bunuh diri.


11. Kerajaan Pajajaran (Hindu)

Kerajaan Pajajaran adalah nama lain dari Kerajaan Sunda saat kerajaan ini beribukota di kota Pajajaran atau Pakuan Pajajaran (Bogor) di Jawa Barat yang terletak di Parahyangan (Sunda). Kata Pakuan sendiri berasal dari kata Pakuwuan yang berarti kota. Pada masa lalu, di Asia Tenggara ada kebiasaan menyebut nama kerajaan dengan nama ibu kotanya. Beberapa catatan menyebutkan bahwa kerajaan ini didirikan tahun 923 oleh Sri Jayabhupati, seperti yang disebutkan dalam Prasasti Sanghyang Tapak (1030 M) di kampung Pangcalikan dan Bantarmuncang, tepi Sungai Cicatih, Cibadak, Suka Bumi. 


Puncak Kejayaan/ Keemasan Kerajaan Pajajaran 

Kerajaan Pajajaran pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja mengalami masa keemasan. Alasan ini pula yang banyak diingat dan dituturkan masyarakat Jawa Barat, seolah-olah Sri Baduga atau Siliwangi adalah Raja yang tak pernah purna, senantiasa hidup abadi dihati dan pikiran masyarakat. 


Pembangunan Pajajaran di masa Sri Baduga menyangkut seluruh aspek kehidupan. Tentang pembangunan spiritual dikisahkan dalam Carita Parahyangan. 

Sang Maharaja membuat karya besar, yaitu ; membuat talaga besar yang bernama Maharena Wijaya, membuat jalan yang menuju ke ibukota Pakuan dan Wanagiri. Ia memperteguh (pertahanan) ibu kota, memberikan desa perdikan kepada semua pendeta dan pengikutnya untuk menggairahkan kegiatan agama yang menjadi penuntun kehidupan rakyat. Kemudian membuat Kabinihajian (kaputren), kesatriaan (asrama prajurit), pagelaran (bermacam-macam formasi tempur), pamingtonan (tempat pertunjukan), memperkuat angkatan perang, mengatur pemungutan upeti dari raja-raja bawahan dan menyusun undang-undang kerajaan 

Pembangunan yang bersifat material tersebut terlacak pula didalam Prasasti Kabantenan dan Batutulis, di kisahkan para Juru Pantun dan penulis Babad, saat ini masih bisa terjejaki, namun tak kurang yang musnah termakan jaman. 



Dari kedua Prasasti serta Cerita Pantun dan Kisah-kisah Babad tersebut diketahui bahwa Sri Baduga telah memerintahkan untuk membuat wilayah perdikan; membuat Talaga Maharena Wijaya; memperteguh ibu kota; membuat Kabinihajian, kesatriaan, pagelaran, pamingtonan, memperkuat angkatan perang, mengatur pemungutan upeti dari raja-raja bawahan dan menyusun undang-undang kerajaan.

Kehidupan Budaya 
Kehidupan budaya masyarakat Pajajaran sangat di pengaruhi oleh agama Hindu. Peninggalan-peninggalannya berupa kitab Cerita Parahyangan dan kitab Sangyang Siksakanda, prasasti-prasasti, dan jenis-jenis batik. 



dari berbagai sumber

0 comments:

Posting Komentar

Materi Lama

    Dukung Kami PKN4ALL Dengan Donasi di https://saweria.co/jokosan | Scan Barcode Di Atas | Kami PKN4ALL Besar Karena Dukungan Anda Semua. Terima Kasih!

    Postingan Populer

     
    Materi Sejarah 3c : Kerajaan-Kerajaan Hindu Budha Di Indonesia